Warga Pati Menjerit Buntut Kenaikan PBB-PP hingga 250 Persen
KLIKWARTAKU – Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-PP) yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati menuai protes dari warga, terutama petani dan masyarakat kelas menengah ke bawah. Kenaikan yang mencapai 250 persen tersebut dinilai sangat memberatkan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sedang lesu.
Hadi, seorang petani asal Desa Bungasrejo, Kecamatan Jakenan, Kabupaten Pati, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kebijakan tersebut. Ia mengaku sangat terbebani dengan tarif PBB-PP yang naik drastis, meskipun ia memahami pentingnya pajak untuk negara.
“Kami orang kecil petani merasa berat. Tapi berat atau tidak, kami harus taat pada pemerintahan desa. Kalau bisa, ya diturunkan,” ujar Hadi, Rabu 6 Agustus 2025.
Hadi menilai Pemkab Pati terburu-buru dalam menaikkan tarif pajak tersebut, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian masyarakat kecil. Ia mengusulkan agar kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, terlebih lagi mengingat kondisi ekonomi yang masih belum pulih.
“Kalau bisa, ya diturunkan. Bisa 50 persen dulu, nanti baru 100 persen. Kalau langsung 250 persen, sangat memberatkan,” harap Hadi.
Sebelumnya, Hadi membayar PBB-PP sekitar Rp60 ribu, namun kini jumlahnya melambung menjadi sekitar Rp140 ribu untuk luas sawah 1.400 meter persegi dan rumah 15 x 15 meter.
Keluhan serupa datang dari Ahmad Ridwan, seorang petani tambak sekaligus guru honorer asal Desa Tlutup, Kecamatan Trangkil, Kabupaten Pati. Ia menganggap kenaikan PBB-PP sebesar 250 persen terlalu membebani masyarakat menengah ke bawah.
“Naiknya lebih dari tiga kali lipat dari tarif sebelumnya. Dulu, saya bayar PBB-PP untuk NJOP Rp250 juta sekitar Rp48.000, sekarang naik menjadi Rp168.000,” jelas Ahmad.
Ahmad berharap Pemkab Pati segera menurunkan tarif pajak yang baru dan menawarkan beberapa saran untuk perbaikan, seperti menaikkan PBB-PP secara bertahap, meningkatkan transparansi penggunaan dana pajak, dan melakukan dialog publik untuk mendengarkan masukan dari masyarakat.
Senada juga diungkapkan Husain, Dewan Pimpinan Cabang Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Pati, juga mengkritik kebijakan Pemkab Pati tersebut.
Ia menilai bahwa kondisi ekonomi Kabupaten Pati saat ini masih dalam masa transisi dan tidak stabil, sehingga kenaikan pajak pada saat yang tidak tepat justru akan membebani masyarakat.
“Saya minta tahun ini tidak ada kenaikan PBB-P2. Pemerintah juga terkesan tidak transparan dalam proses menaikkan pajak ini. Terbukti, hingga hari ini tidak ada keterbukaan informasi tentang kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebagai salah satu dasar penetapan kenaikan PBB-P2,” tegas Husain.
Husain juga membantah alasan Pemkab Pati yang mengatakan kenaikan PBB-PP sebesar 250 persen disebabkan oleh tidak ada kenaikan dalam 14 tahun terakhir. Ia menyebutkan bahwa selama periode tersebut sudah beberapa kali dilakukan penyesuaian tarif pajak.
“Pemkab Pati tidak jeli dalam membaca data. Sejumlah pihak mengaku bahwa selama 14 tahun terakhir, sudah ada beberapa kali kenaikan PBB-P2. Seharusnya ada public hearing terbuka untuk memastikan akurasi data tersebut,” tambahnya.
Sebagai seorang serikat buruh, Husain juga mengingatkan bahwa penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kemampuan wajib pajak. Pemkab Pati, menurutnya, telah mengabaikan prinsip tersebut dengan menetapkan tarif pajak yang terkesan sewenang-wenang.
“Penyesuaian NJOP harus memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Daerah (Perda) setempat dan juga harus memperhatikan kemampuan wajib pajak. Tidak boleh ada kenaikan yang melampaui batas kemampuan masyarakat, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil,” paparnya.
Menurut Husain, Bupati sebagai Kepala Daerah memang memiliki kewenangan untuk menyesuaikan NJOP, tetapi kebijakan tersebut harus tetap berpijak pada prinsip keadilan, dengan mempertimbangkan kemampuan finansial wajib pajak.
Secara keseluruhan, warga Pati, terutama para petani dan masyarakat menengah ke bawah, menginginkan kebijakan kenaikan PBB-PP ini segera dievaluasi dan ditinjau kembali. Mereka berharap Pemkab Pati bisa menurunkan tarif atau setidaknya menaikkannya secara bertahap, sehingga tidak terlalu membebani perekonomian masyarakat yang saat ini masih mengalami kesulitan.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage