Veteran Perempuan AS Tolak Klaim Menhan Pete Hegseth Soal Standar Militer Khusus Laki-Laki
KLIKWARTAKU — Pernyataan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Pete Hegseth yang menyebut standar tempur militer akan dikembalikan ke “standar laki-laki tertinggi” memicu penolakan keras dari kalangan veteran perempuan. Mereka menegaskan, sejak awal tidak pernah ada perbedaan standar antara prajurit laki-laki dan perempuan.
“Tidak ada dari kami yang pernah meminta perlakuan khusus,” kata Elisa Cardnell, veteran Angkatan Laut AS yang bertugas selama 11 tahun.
Hegseth, dalam pidatonya kepada ratusan jenderal pada Selasa, menuding militer menurunkan standar untuk mengakomodasi perempuan dan hal itu membahayakan pasukan. Ia menyatakan bahwa jika nantinya tidak ada perempuan yang lolos seleksi tempur, maka hal itu dianggap konsekuensi yang harus diterima.
Namun klaim tersebut langsung dibantah sejumlah veteran. Mantan pilot tempur Marinir AS, Amy McGrath, menyebut pernyataan Hegseth sebagai kebohongan. “Sejak dulu hanya ada satu standar. Tidak pernah ada standar pria atau wanita untuk menerbangkan jet tempur,” ujarnya lewat sebuah unggahan video.
Cardnell menambahkan, standar tempur memang berbeda tergantung unit — seperti pasukan khusus, infanteri, atau penyelamat udara — tetapi semuanya selalu netral gender dan ditetapkan pada level tinggi. “Tidak semua perempuan mampu lolos, tapi tidak semua laki-laki juga bisa,” tegasnya.
Senator Tammy Duckworth, veteran perang Irak yang kehilangan kedua kakinya dalam misi tempur, juga mengkritik tajam. Ia menyebut komentar Hegseth diskriminatif dan justru bisa melemahkan minat generasi muda untuk bergabung dengan militer.
Sementara itu, sebagian politisi Partai Republik mendukung langkah Hegseth. Anggota DPR Sheri Biggs menyebut kebijakan tersebut penting untuk mengakhiri kebijakan “woke” di militer. Dukungan juga datang dari Nancy Mace, yang menekankan bahwa kekuatan militer AS bukan ditentukan kuota keragaman, melainkan “daya tembak Amerika”.
Debat mengenai standar gender di tubuh militer AS ini diperkirakan akan terus berlanjut. Apalagi, sejak kebijakan Combat Exclusion Policy dicabut pada 2013, peran perempuan di unit tempur terus meningkat dan kini banyak yang sedang meniti karier menuju jajaran kepemimpinan.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini