Thailand dan Kamboja Sepakat Gencatan Senjata Tanpa Syarat Setelah 5 Hari Pertempuran Sengit
KLIKWARTAKU — Thailand dan Kamboja akhirnya menyepakati gencatan senjata segera dan tanpa syarat setelah lima hari bentrokan bersenjata di perbatasan kedua negara menewaskan sedikitnya 33 orang dan menyebabkan lebih dari 270.000 warga mengungsi.
Kesepakatan penting ini diumumkan dalam konferensi pers di Kuala Lumpur pada Senin malam 28 Juli 2025, di mana Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, didampingi oleh PM Kamboja Hun Manet dan Perdana Menteri Sementara Thailand Phumtham Wechayachai, menyebut perjanjian ini sebagai langkah krusial menuju pemulihan perdamaian dan stabilitas kawasan.
“Gencatan senjata akan berlaku mulai tengah malam ini,” tegas Anwar, menambahkan bahwa ASEAN siap menjadi pemantau netral untuk memastikan komitmen kedua belah pihak dijalankan.
Tekanan Diplomatik dan Peran Amerika Serikat
Sebelumnya, upaya mediasi Malaysia sempat ditolak oleh Thailand. Namun, perubahan sikap datang setelah Presiden AS Donald Trump mengultimatum bahwa negosiasi tarif dagang dengan kedua negara tidak akan dilanjutkan sampai pertempuran benar-benar berhenti.
Ancaman tersebut sangat berpengaruh karena baik Thailand maupun Kamboja sangat bergantung pada ekspor ke AS, dan menghadapi potensi tarif 36 persen jika tidak segera menandatangani kesepakatan dagang baru.
Latar Belakang Konflik Berdarah
Ketegangan memuncak sejak Mei lalu, ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam bentrokan. Aksi balas dendam terjadi, termasuk penggunaan ranjau yang membuat seorang tentara Thailand kehilangan kaki.
Thailand menutup sejumlah pos perbatasan, mengusir duta besar Kamboja, dan menarik duta besarnya sendiri. Kamboja membalas dengan embargo terhadap produk Thailand seperti buah, listrik, dan layanan internet.
Pertempuran terbaru memuncak pada Kamis lalu, saat roket-roket Kamboja menghantam desa-desa di Thailand, menyebabkan korban sipil terbesar. Thailand menanggapi dengan serangan artileri berat dan serangan udara, serta merebut sejumlah bukit yang sebelumnya dikuasai pasukan Kamboja.
Korban dan Krisis Kemanusiaan
Militer Thailand melaporkan bahwa dari total korban tewas di pihaknya, sebagian besar adalah warga sipil. Di Kamboja, setidaknya 13 orang tewas, termasuk delapan warga sipil.
Sekitar 140.000 warga Thailand telah dievakuasi ke tempat perlindungan di tujuh provinsi, sementara media pro-pemerintah di Kamboja menyebut lebih dari 135.000 warga juga mengungsi dari wilayah perbatasan.
Seorang perempuan lansia asal Kamboja yang dievakuasi ke tenda pengungsian mengaku masih takut. “Saya masih bisa mendengar drone militer Thailand melintas di atas kami. Saya ingin perang ini berhenti malam ini juga,” ujarnya.
Tantangan Pasca-Gencatan Senjata
Meski perjanjian damai telah tercapai, tantangan besar masih menanti. Rasa saling tidak percaya di antara dua militer dan meningkatnya sentimen nasionalis di dalam negeri masing-masing membuat situasi tetap rentan.
Pasukan kedua negara kini harus ditarik mundur dari zona konflik dan diawasi secara independen untuk mencegah bentrokan lanjutan.
PM Hun Manet menyebut pertemuan damai ini sebagai langkah yang sangat baik, sementara PM sementara Thailand Phumtham Wechayachai menyatakan komitmennya untuk menghormati perjanjian damai.
Waktu akan membuktikan apakah gencatan senjata ini dapat bertahan, atau hanya menjadi jeda sementara dalam konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun ini.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini