Sri Mulyani: Kombinasi Berbahaya Sedang Ancam Ekonomi RI
KLIK WARTAKU – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan adanya risiko ganda yang membayangi perekonomian global dan nasional. Harga minyak melonjak akibat konflik geopolitik, sementara pertumbuhan ekonomi dunia justru melambat. Dalam konferensi pers APBN KiTA, Selasa (17/6), ia menyebut kondisi ini sebagai “kombinasi berbahaya” yang perlu diwaspadai.
Ketegangan militer antara Israel dan Iran mendorong harga minyak naik lebih dari 8 persen, dari USD70 ke USD78 per barel. Di saat bersamaan, mandeknya kesepakatan dagang antara AS dan Tiongkok memperburuk ketidakpastian global.
“Risiko pertama adalah harga yang cenderung naik karena disrupsi geopolitik. Tapi ekonomi global justru melemah. Ini kombinasi yang harus kita waspadai,” ujar Sri Mulyani.
PMI Manufaktur Global turun ke 49,6 pada Mei 2025. Sebuah angka terendah sejak Desember 2024. Sebanyak 70,8 persen negara ASEAN dan G20 mengalami kontraksi, termasuk Indonesia yang turun ke level 47,4. Ini mengindikasikan tekanan pada ekspor, investasi, dan arus modal masuk.
Dampaknya ke Indonesia mulai terasa: permintaan ekspor melemah, rupiah bergejolak, dan suku bunga global naik karena kebijakan fiskal agresif AS. Harga komoditas memang naik, tapi didorong gangguan pasokan, bukan faktor fundamental.
IMF dan Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan global 2025 menjadi 2,8 persen dan 2,3 persen. Volume perdagangan dunia juga dikoreksi tajam dari 3,8 persen (2024) menjadi hanya 1,7 persen.
Meski begitu, indikator domestik masih solid. Indeks kepercayaan konsumen mencapai 117,5, menunjukkan optimisme masyarakat. Konsumsi listrik tumbuh 4,5 persen di sektor bisnis dan 6,7 persen di manufaktur. Penjualan semen pun melonjak hampir 30 persen.
Ekonomi Indonesia tumbuh 4,87 persen pada Triwulan I-2025. Inflasi terkendali di 1,6 persen (yoy), dengan kontribusi harga pangan yang rendah dan inflasi inti stabil di 2,4 persen. Ini menandakan permintaan domestik masih cukup kuat.
Sri Mulyani menegaskan, APBN menjadi perisai fiskal utama. Hingga 31 Mei 2025, pendapatan negara mencapai Rp995,3 triliun, sedangkan belanja Rp1.016,3 triliun. Defisit tetap rendah di 0,09 persen PDB, bahkan tercatat surplus keseimbangan primer sebesar Rp192,1 triliun.
“Di tengah tensi global dan gejolak pasar, Indonesia tetap menjaga stabilitas ekonomi serta APBN yang responsif dan sehat,” tegasnya.
Dengan gejolak global yang belum reda, peran APBN sebagai alat countercyclical yang fleksibel namun hati-hati tetap menjadi kunci menjaga fondasi ekonomi Indonesia hingga akhir 2025.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage