Slow Living Makin Digemari Anak Muda 2025, Lawan Stres dengan Hidup Sederhana
KLIKWARTAKU – Di tengah hiruk-pikuk dunia digital yang makin cepat, tren hidup justru bergerak ke arah sebaliknya. Tahun 2025 menjadi saksi naik daunnya gaya hidup slow living di kalangan anak muda Indonesia. Fenomena ini bukan cuma tren musiman, tapi jadi semacam bentuk perlawanan terhadap stres, burnout, dan tekanan hidup yang makin intens.
Alih-alih mengejar produktivitas tanpa henti, banyak generasi Z dan milenial muda memilih untuk memperlambat ritme hidup mereka. Hidup lebih tenang, sadar, dan seimbang. Dari cara mereka bekerja, mengonsumsi media sosial, hingga pola belanja yang kini lebih selektif dan mindful.
“Aku merasa hidupku terlalu cepat, kayak kejar-kejaran terus. Setelah coba slow living, aku mulai sadar kalau nggak semua hal harus dikejar,” ungkap Rani (25), seorang freelancer desain grafis yang kini memilih tinggal di pinggiran Jogja dan memulai hari dengan meditasi serta bercocok tanam.
Tren ini tak hanya terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta atau Bandung, tapi juga meluas hingga ke berbagai daerah. Banyak anak muda kini memilih pekerjaan remote, tinggal di desa digital, atau bahkan menjalani gaya hidup minimalis sebagai bagian dari praktik slow living.
Media sosial juga punya andil besar dalam menyebarkan semangat hidup lambat ini. Akun-akun Instagram dan TikTok yang menampilkan rutinitas sederhana seperti menyeduh kopi pagi, merawat tanaman, atau membuat jurnal harian, kini jadi inspirasi banyak orang untuk slow down.
Menurut psikolog klinis, Dr. Nadya Amelia, M.Psi, tren ini muncul sebagai respons alami terhadap stres kronis. “Kita hidup di era serba instan dan cepat. Tekanan sosial tinggi, baik dari lingkungan maupun media digital. Slow living jadi salah satu cara untuk mengembalikan keseimbangan psikologis.”
Lebih jauh, tren ini juga memengaruhi cara anak muda memandang kesuksesan. Tidak lagi sekadar tentang uang dan jabatan, tapi soal kualitas hidup. Banyak dari mereka yang kini mengutamakan waktu luang, kesehatan mental, dan hubungan yang bermakna.
Brand-brand lokal pun mulai menangkap sinyal ini. Mereka menawarkan produk dengan konsep etis, ramah lingkungan, dan mendukung self-care. Mulai dari skincare alami, jurnal refleksi, sampai perlengkapan home decor bernuansa earthy dan tenang.
Meski terlihat sederhana, menjalani hidup lambat bukan berarti mudah. Butuh kesadaran dan keberanian untuk melawan arus. Namun bagi mereka yang sudah memulainya, hasilnya terasa nyata: hidup lebih jernih, pikiran lebih ringan, dan hati lebih damai.
“Slow living bukan berarti pasif atau malas, tapi tentang memilih apa yang penting dan menjalaninya dengan sepenuh hati,” tutup Rani sambil tersenyum, menikmati secangkir teh hangat di beranda rumah kayunya yang tenang.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage