Seruan Denny Sumargo di Raja Ampat, Saatnya Kita Memilih Masa Depan, Bukan Eksploitasi
KLIKWARTAKU – Ketika seorang figur publik seperti Denny Sumargo angkat bicara, bukan sekadar perhatian yang terarah, tapi juga nurani yang terusik.
Dalam video singkat namun penuh makna di Instagram, Denny menyampaikan keprihatinan mendalam atas ancaman serius yang membayangi Raja Ampat, surga biodiversitas dunia yang kini terancam menjadi ladang luka karena aktivitas pertambangan nikel.
Permintaan Denny kepada Presiden Prabowo Subianto bukan basa-basi selebritas. Ia berbicara bukan hanya sebagai publik figur, tapi sebagai anak bangsa yang pernah menapaki lebih dari 600 pulau Indonesia. Dan ketika seseorang yang telah menyaksikan langsung keelokan negeri ini bersuara lantang, kita patut mendengar.
“Tanah Papua bukan ladang eksploitasi, tapi tanah kehidupan,” katanya.
Kalimat yang sederhana, tapi mengandung kedalaman makna yang selama ini terabaikan oleh kebijakan tambang yang membutakan.
Lima Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel di Raja Ampat adalah angka yang terlalu banyak untuk kawasan konservasi sekelas ini. Menteri ESDM memang menyebut semua izin itu legal. Namun, pertanyaannya, legal bagi siapa? Legalitas administratif tidak bisa jadi tameng atas kerusakan ekologis yang tak terpulihkan.
Hukum boleh bicara soal izin, tapi hati nurani berbicara soal masa depan.
Pemerintah pusat harus mendengar suara masyarakat Papua, para aktivis lingkungan, hingga tokoh-tokoh seperti Denny Sumargo, karena mereka bicara dari realitas di lapangan, bukan dari balik meja rapat ber-AC.
Sementara Menteri LHK sudah menyatakan akan meninjau dampaknya, publik menunggu lebih dari sekadar kunjungan. Yang dibutuhkan adalah kebijakan yang tegas dan berpihak pada konservasi, bukan kompromi ekonomi sesaat.
Raja Ampat bukan hanya milik Papua. Ia adalah warisan dunia. Di sinilah lebih dari 1.400 spesies ikan dan tiga perempat jenis karang dunia hidup berdampingan dalam keseimbangan yang rapuh. Sekali rusak, tidak akan pernah kembali seperti semula.
Sedimentasi dari pertambangan bukan hanya mematikan ekosistem laut, tapi juga menghancurkan sumber hidup masyarakat adat yang menjaga kawasan ini turun-temurun.
Kita sering bangga menyebut Indonesia sebagai negara maritim, negara kepulauan, negara kaya biodiversitas. Tapi kebanggaan tanpa perlindungan adalah kemunafikan.
Kalau Raja Ampat saja tak bisa kita jaga, lalu apa yang sebenarnya kita perjuangkan atas nama pembangunan?
Seruan Denny Sumargo adalah pengingat keras: kita sedang berada di persimpangan. Apakah kita ingin masa depan yang berkelanjutan, atau warisan luka ekologis yang akan kita wariskan ke generasi mendatang?
Sudah saatnya Presiden dan para pemegang kuasa mengambil sikap yang jelas. Kita tidak butuh pembangunan yang membunuh kehidupan.
Kita butuh keberanian untuk berkata cukup pada eksploitasi, dan berani membela tanah yang seharusnya diwariskan dalam keadaan utuh, bukan rusak.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage