Salah Satu Partai Pro-Demokrasi Terakhir di Hong Kong Umumkan Pembubaran
KLIKWARTAKU — Salah satu partai pro-demokrasi besar terakhir di Hong Kong, League of Social Democrats (LSD), secara resmi mengumumkan pembubarannya. Keputusan ini menandai berakhirnya era bagi kelompok yang dikenal gigih menggelar aksi protes jalanan sejak hampir dua dekade terakhir.
Di kantor partai, tulisan kebebasan dalam karakter Tionghoa tersusun dari slip tanda masuk pengadilan, simbol perlawanan yang kini harus mereka tinggalkan. Para anggota bergiliran berbicara ke mikrofon yang tersambung ke pengeras suara, berdiri di depan spanduk bertuliskan lebih baik menjadi abu daripada debu.
Ketua partai, Chan Po Ying, mengatakan Garis merah sekarang ada di mana-mana. “Kami memutuskan untuk bubar karena menghadapi tekanan yang sangat besar.” Ia menambahkan, situasi di Hong Kong kini sepenuhnya dipolitisasi, dan ia tidak dalam posisi untuk menjelaskan lebih lanjut alasan pembubaran.
LSD menjadi partai oposisi besar ketiga yang membubarkan diri tahun ini di Hong Kong. Dalam pernyataan resmi, mereka menyebut keputusan itu diambil setelah pertimbangan matang demi menghindari konsekuensi terhadap para anggotanya.
Pengumuman ini muncul hanya beberapa hari menjelang peringatan lima tahun diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional yang diberlakukan oleh Beijing. Meskipun tidak merinci alasan waktu pembubaran, partai menyebut mereka menghadapi tekanan yang sangat intens.
“Selama 19 tahun ini, kami telah melewati berbagai kesulitan, termasuk konflik internal dan hampir seluruh pimpinan kami dipenjara. Kami menyaksikan bagaimana masyarakat sipil dibungkam, suara rakyat kecil menghilang, garis merah merajalela, dan penindasan terhadap perbedaan pendapat berlangsung secara brutal,” demikian isi pernyataan mereka.
Pemerintah menyatakan Undang-Undang Keamanan Nasional diperlukan untuk memulihkan ketertiban pasca protes besar yang mengguncang Hong Kong pada 2019. Namun, lima tahun kemudian, para pengkritik menilai undang-undang tersebut justru digunakan untuk membongkar oposisi politik secara sistematis.
Pada Juni lalu, pejabat tinggi Tiongkok Xia Baolong menyebut kekuatan asing yang bermusuhan masih mencoba mencampuri urusan Hong Kong. “Kita harus sadar bahwa elemen anti-Tiongkok dan perusuh Hong Kong masih terus melakukan perlawanan lunak dalam berbagai bentuk,” ujarnya dalam pidato.
UU Keamanan Nasional memidanakan tindakan seperti subversi dan makar. Pada 2024, Hong Kong juga mengesahkan UU Keamanan Nasional versi domestik yang dikenal sebagai Pasal 23, yang memperluas kriminalisasi terhadap perbuatan seperti penghasutan dan pengkhianatan. Akibatnya, sebagian besar tokoh oposisi kini telah melarikan diri ke luar negeri atau mendekam di penjara.
Wakil ketua LSD, Dickson Chau, menyatakan bahwa Hong Kong kini bukan lagi tempat yang aman untuk menjalankan partai politik. “Saya rasa hak politik hampir sepenuhnya hilang di sini.”
Pada 12 Juni lalu, tiga anggota partai didenda oleh pengadilan karena memasang spanduk saat menggalang dana tanpa izin. Chau mengatakan bahwa rekening bank partai telah ditutup sejak 2023, dan dalam lima tahun terakhir, enam anggota partai telah dipenjara.
“Di tempat yang tak lagi memiliki partai politik yang bermakna, rakyat akan lupa betapa kuatnya suara mereka jika bisa bersatu,” kata Chau. “Jika saya tidak melakukan apa-apa, untuk apa saya tetap tinggal di Hong Kong?”
Ia menambahkan, bahkan jika dirinya tidak lagi aktif secara politik, ia khawatir tetap bisa menjadi target polisi dan dipaksa meninggalkan kota oleh pihak berwenang.
“Masa depan sebagai warga biasa pun terasa sulit. Jika ingin menjalankan hak sebagai warga, itu kini sangat sulit, bukan hanya bagi politisi atau aktivis, tetapi juga orang biasa harus berpikir dua kali,” ujarnya.
“Ini dilema yang tidak saya bayangkan akan saya hadapi di Hong Kong hanya karena menjadi seorang aktivis,” tutupnya.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage