klikwartaku.com
Beranda Lifestyle Saat Baju Daur Ulang Jadi Simbol Gaya dan Kepedulian

Saat Baju Daur Ulang Jadi Simbol Gaya dan Kepedulian

Foto cewek mengenakan busana eco-fashion

KLIKWARTAKU – Dunia fashion tengah mengalami transformasi besar. Tahun 2025 menjadi saksi bergesernya paradigma gaya berpakaian, dari sekadar estetika menuju makna yang lebih dalam: kepedulian terhadap lingkungan. Di tengah arus tren ini, eco-fashion atau mode ramah lingkungan kian digandrungi, dengan pakaian daur ulang menjadi simbol baru dari gaya hidup berkelanjutan.

Di berbagai kota besar, mulai dari Jakarta, Bandung, hingga Yogyakarta, tampak gelombang baru fashionista yang memamerkan outfit berbahan dasar limbah tekstil, serat organik, hingga potongan baju vintage yang disulap jadi gaya kekinian. Tren ini bukan cuma soal penampilan, tapi juga bentuk perlawanan terhadap industri fast fashion yang selama ini dituding sebagai salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia.

“Dulu, orang malu pakai baju bekas. Sekarang justru bangga bisa tampil keren tanpa merusak lingkungan,” ungkap Rara Prameswari (27), seorang desainer muda yang dikenal lewat lini busana daur ulangnya, Lini Hidup.

Rara bukan satu-satunya. Nama-nama seperti Rizky Putra dengan brand Bumi Terjahit, atau komunitas Jahit Ulang Jakarta, turut ambil bagian dalam mengedukasi masyarakat bahwa fashion bisa tetap stylish tanpa harus mengorbankan bumi.

“Sekarang brand-brand besar juga mulai shifting. Mereka nggak mau ketinggalan,” kata Dinda Anjani, fashion blogger yang kerap mengulas gaya ramah lingkungan.

“Zara dan H&M misalnya, sudah mulai menghadirkan koleksi conscious mereka. Tapi brand lokal juga nggak kalah. Malah lebih kreatif karena banyak yang pakai bahan yang betul-betul daur ulang dari limbah rumah tangga sampai tekstil industri.”

Sementara itu, di balik gemerlap fashion show dan unggahan media sosial, eco-fashion tetap membawa pesan penting: krisis iklim nyata, dan semua sektor termasuk fashion punya tanggung jawab untuk berubah.

Data dari Ellen MacArthur Foundation menyebutkan bahwa industri fashion global menyumbang sekitar 10% emisi karbon dunia. Setiap tahunnya, lebih dari 92 juta ton limbah tekstil dibuang. Jika tak dikendalikan, angka ini bisa naik dua kali lipat pada 2030.

Inilah yang memantik kesadaran kolektif, terutama di kalangan Gen Z dan milenial, untuk mengubah cara mereka membeli dan mengenakan pakaian.

Pemerintah pun mulai melirik potensi ini. Dalam beberapa event resmi, kementerian lingkungan hidup mulai menggandeng desainer lokal eco-friendly untuk mengisi fashion week dan pameran kreatif. Bahkan beberapa sekolah mode kini memasukkan kurikulum desain berkelanjutan dalam pengajarannya.

“Ini bukan sekadar tren sesaat. Ini gaya hidup baru,” tegas Rara. “Eco-fashion adalah cara kita berdamai dengan bumi tanpa kehilangan identitas dan gaya.”

 

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan