klikwartaku.com
Beranda Internasional Presiden Serbia Ancam Lebih Banyak Penangkapan Demonstran yang Guncang Beograd

Presiden Serbia Ancam Lebih Banyak Penangkapan Demonstran yang Guncang Beograd

Ilustrasi ribuan pengunjuk rasa memprotes kebijakan pemerintah

KLIKWARTAKU — Presiden Serbia Aleksandar Vucic menegaskan gelombang penangkapan terhadap pengunjuk rasa antipemerintah belum akan berhenti, menyusul bentrokan dramatis antara demonstran dan polisi dalam salah satu unjuk rasa terbesar dalam delapan bulan terakhir di ibu kota Beograd.

Dalam konferensi pers pada Minggu (waktu setempat), Vucic mengecam para demonstran (mayoritas dipimpin oleh mahasiswa) dengan menyebut mereka sebagai teroris yang mencoba mengguncang stabilitas negara. Ia menuduh mereka secara sengaja memicu kekerasan dan berjanji bahwa ini belum berakhir.

“Akan ada lebih banyak penangkapan. Mereka menyerang polisi. Mereka menyebarkan teror,” ujar Vucic dengan nada keras.

Dari Ultimatum ke Bentrokan

Protes yang berlangsung Sabtu malam dipicu oleh kekecewaan publik yang mendalam terhadap pemerintah. Khususnya setelah runtuhnya atap stasiun kereta di Novi Sad tahun lalu yang menewaskan 16 orang, tragedi yang diyakini sebagai dampak dari korupsi sistemik.

Meski acara resmi unjuk rasa berakhir damai, kericuhan pecah saat malam tiba. Polisi menggunakan semprotan merica dan pentungan untuk membubarkan massa. Sementara demonstran membalas dengan lemparan batu dan botol.

Polisi melaporkan 48 petugas terluka, sementara 22 demonstran dirawat akibat luka. Sebanyak 77 orang ditangkap, dan 38 di antaranya masih ditahan dengan menghadapi tuntutan pidana.

Rakyat Melawan, Pemerintah Menolak Mundur

Dengan jumlah demonstran yang diperkirakan mencapai 140.000 orang menurut penghitungan independent (jauh melampaui angka resmi pemerintah) pesan dari rakyat jelas: mereka ingin perubahan.

Para penyelenggara protes menyebut pemerintahan Vucic sebagai tidak sah, dan menyatakan tanggung jawab atas kekerasan sepenuhnya berada di tangan pihak berwenang. Mereka menuntut pemilu dini, dan mengeluarkan seruan langsung: “Ambil kebebasan ke tangan kalian sendiri.”

Namun, Vucic tetap bergeming. Ia menegaskan bahwa tidak akan ada pemilu nasional hingga akhir 2026, dan kembali menuding bahwa protes ini merupakan bagian dari konspirasi asing, meski tanpa bukti yang jelas.

Otoritarianisme yang Kian Menebal

Sejak pertama kali menjabat sebagai wakil perdana menteri pada 2012, Vucic terus memperluas cengkeramannya atas kekuasaan. Ia naik menjadi perdana menteri dan akhirnya presiden pada 2017, memimpin Serbia di tengah kritik internasional yang meningkat terhadap kemunduran demokrasi, pengabaian HAM, dan penguatan tangan besi aparat keamanan.

Kehadiran kepala Universitas Beograd, Vladan Djokic, dalam protes menambah simbolisme kuat: bahkan dunia akademis pun mulai bergerak melawan kekuasaan yang dianggap terlalu otoriter.

Hubungan Luar Negeri: Antara Barat dan Timur

Serbia secara resmi sedang dalam proses menuju keanggotaan Uni Eropa. Namun, di saat yang sama, pemerintahan Vucic menjaga hubungan erat dengan Rusia dan China, menimbulkan tanda tanya besar tentang arah politik luar negeri negara Balkan ini.

“Serbia menang. Anda tidak bisa menghancurkan negara ini dengan kekerasan,” kata Vucic. Namun bagi banyak warga, pernyataan itu justru memperkuat citra seorang pemimpin yang semakin jauh dari rakyatnya.

Dengan rakyat yang semakin vokal, oposisi yang menguat, dan ketegangan yang kian membara, Serbia kini berdiri di persimpangan jalan: antara pembaruan demokrasi atau konsolidasi kekuasaan.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan