klikwartaku.com
Beranda Internasional Pengusaha Kanada Ingin Kepastian di Tengah Perang Tarif “Dalam Bisnis, Ketidaktegasan Adalah Pembunuh”

Pengusaha Kanada Ingin Kepastian di Tengah Perang Tarif “Dalam Bisnis, Ketidaktegasan Adalah Pembunuh”

Ilustrasi pengusaha Kanada ingin kepastian di tengah perang tarif dengan Amerika Serikat

KLIKWARTAKU – Bagi Wes Love, terlepas dari adanya kesepakatan atau tidak, yang paling ia butuhkan adalah kepastian. Perusahaannya yang berbasis di wilayah Toronto, Taurus Craco, mengimpor mesin dari luar negeri dan mendistribusikannya ke seluruh Amerika Utara, terutama ke Amerika Serikat.

Namun, kebijakan tarif Presiden Donald Trump yang kerap berubah terhadap produk Kanada membuat banyak pengusaha kecil seperti Love tidak bisa merencanakan masa depan. “Apa yang menciptakan ketidaktegasan di pasar adalah orang-orang tidak tahu ke mana arah kebijakan ini,” ujar Love. “Dan dalam bisnis kecil, ketidaktegasan itu mematikan,” kesalnya.

Taurus Craco terpukul keras akibat tarif tersebut awal tahun ini, ketika mereka harus membayar hampir C$35.000 (sekitar Rp420 juta) karena pengiriman ke AS melewati perbatasan hanya beberapa menit setelah tenggat waktu diberlakukan. “Ini sangat menghukum. Dari perspektif bisnis kecil, jumlah itu lebih besar dari total biaya listrik dan gas kami selama setahun penuh,” jelasnya.

Meskipun Trump membatalkan tarif itu beberapa jam kemudian, Taurus Craco tetap diwajibkan membayar. Jika menolak, perusahaan itu tidak akan diizinkan lagi mengekspor produknya ke AS. “Rasanya seperti berurusan dengan mafia,” kata Love.

Saat ini, Kanada terlibat perang tarif balasan dengan mitra dagang terbesarnya AS, terutama dalam sektor logam dan otomotif. Sejak menjabat pada Januari lalu, Trump telah mengumumkan sejumlah tarif impor dengan alasan mendukung industri manufaktur dalam negeri dan melindungi lapangan kerja di AS.

Ketidakpastian ini telah menghantam ekonomi Kanada. Negosiasi yang intensif antara kedua negara pun menemui jalan buntu pada Jumat lalu. Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, menyebut tarif Trump sebagai tidak adil dan dalam kampanye pemilu April lalu mengatakan bahwa hubungan lama dengan AS telah berakhir.

Namun, setelah memenangkan pemilu, Carney mengunjungi Washington DC dan membawa pesan yang lebih damai ke Gedung Putih untuk memulai negosiasi perjanjian baru soal perdagangan dan keamanan.

Batas waktu perundingan ditetapkan pada 16 Juli. Dalam KTT G7 baru-baru ini, Trump menyatakan optimisme bahwa kedua negara dapat menemukan jalan keluar dalam isu perdagangan. Namun pada Jumat, Trump tiba-tiba menghentikan pembicaraan setelah menolak pajak layanan digital Kanada.

“Kami menghentikan SELURUH pembicaraan perdagangan dengan Kanada, efektif segera,” tulis Trump di media sosial.

Carney mengancam akan memberlakukan putaran baru tarif balasan terhadap AS jika negosiasi kembali gagal. Wes Love menyambut baik setiap peluang adanya kesepakatan. “Beri kami seperangkat aturan, dan biarkan aturan itu berlaku. Biarkan kami beroperasi di dalam kerangka tersebut,” katanya.

“Ini seperti olahraga, kan? Semua pemain masuk ke lapangan dengan aturan yang sama, tapi Anda tidak bisa mengganti aturannya di tengah permainan.”

Gaphel Kongtsa, Direktur Kebijakan Internasional di Kamar Dagang Kanada, mengatakan dunia usaha berharap adanya kesepakatan dapat membawa stabilitas. Selama ini, mereka harus menghadapi kondisi yang terus berubah, “di mana segala sesuatu dapat naik, turun, atau ditambahkan tanpa penjelasan yang jelas,” katanya.

Kanada sangat bergantung pada perdagangan dengan AS. Menurut Statistik Kanada, 75 persen ekspor negara itu menuju ke selatan. Perekonomian Kanada melambat tajam pada kuartal pertama 2025 akibat perang dagang dan ketidakpastian yang menyertainya.

Data Federasi Pengusaha Independen Kanada (CFIB) menunjukkan pertumbuhan hanya 0,8 persen dari 1 Januari hingga 31 Maret, bahkan menyusut 0,1 persen pada April. Tarif Trump dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan betapa cepat dan tidak stabil situasinya.

Di mana, pada 1 Februari tarif 25 persen atas sebagian besar impor Kanada diberlakukan, beberapa hari kemudian tarif ditangguhkan selama sebulan. Setelah tenggat, diberlakukan kembali kemudian ditunda lagi. Lalu pada Maret tarif global 25 persen atas baja, aluminium, dan kendaraan impor berlaku. Kemudian pada Juni tarif logam dinaikkan menjadi 50 persen.

Sektor manufaktur menjadi sorotan utama, tetapi sektor jasa juga terkena dampak ketidakpastian meskipun tidak secara langsung dikenakan tarif. Sam Gupta, pendiri dan CEO ElevatIQ (sebuah konsultan teknologi dan manajemen yang beroperasi di Buffalo, New York, dan Toronto) mengatakan sektor jasa sering kali terlupakan dalam diskusi mengenai dampak ekonomi.

“Sektor jasa ini seperti anak tiri yang tidak disayangi,” ujarnya. “Fokus biasanya tertuju pada perusahaan manufaktur yang langsung terdampak rantai pasokan,” timpalnya lagi. Padahal, sektor jasa (yang mencakup keuangan, pariwisata, dan lainnya) menyumbang bagian terbesar dari ekonomi Kanada dan mempekerjakan mayoritas tenaga kerja.

Meskipun tidak terkena tarif langsung, kepercayaan pelaku sektor jasa berada pada titik terendah dalam beberapa tahun terakhir, menurut data Kamar Dagang Kanada. Dan meski pemerintah Kanada telah menerapkan sejumlah program bantuan bagi perusahaan yang terkena dampak tarif (termasuk dari dana hasil tarif balasan) sektor jasa tidak menerima kompensasi.

“Kami bahkan tidak masuk dalam percakapan,” kata Gupta. “Kami seolah tidak ada.” Ia mengaku bisnisnya belum mengalami kerugian besar, tetapi jumlah permintaan jasa turun 50 persen. “Setahu kami, sebagian besar bisnis saat ini tidak berpikir untuk melakukan investasi jangka panjang. Mereka belum dalam kondisi mental yang siap untuk itu.”

“Kekhawatiran terbesar kami sekarang adalah: kami tidak tahu ini akan berlangsung berapa lama. Kalau enam bulan atau satu tahun, mungkin masih bisa bertahan. Tapi kalau dua sampai tiga tahun? Ya Tuhan, itu akan sangat sulit.”

Gupta menyebut periode ini sebagai yang tersulit dalam 20 tahun kariernya, karena sektor ini menghadapi tantangan yang kompleks. Ia mengenang betapa mudahnya mendapat pekerjaan bergaji tinggi saat awal kariernya.

“Bahkan saat saya lulus kuliah dulu, gaji kami luar biasa. Kami bahkan begitu sombong sampai tidak mau angkat telepon dari perekrut,” katanya. “Tapi sekarang, dengan AI, tarif, dan ekonomi global, hampir semua orang yang saya kenal sedang kesulitan.”

Menurut Statistik Kanada, 56 persen perusahaan yang mengekspor ke AS telah mengambil langkah untuk mengurangi dampak tarif. Lebih dari 30 persen menunda investasi besar, sementara 25 persen lainnya mencari pelanggan alternatif di luar AS.

Bank of Canada melaporkan bahwa ekspor Kanada ke AS turun lebih dari 15% pada April. Ekspor baja turun 25 persen, aluminium turun 11 persen, dan ekspor kendaraan merosot 25 persen. Meski begitu, Wes Love tetap optimis.

“Kami adalah wirausahawan. Kami penuh semangat, seperti yang biasa dikatakan orang,” ujarnya.

“Jadi kami akan terus berjuang sekuat tenaga. Dan saya yakin kami bisa berhasil, asal kami tahu apa aturannya,” harapnya.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan