klikwartaku.com
Beranda Ekonomi Pemerintah Batalkan Bea Masuk Anti-Dumping Benang Tiongkok

Pemerintah Batalkan Bea Masuk Anti-Dumping Benang Tiongkok

KLIK WARTAKU – Pemerintah Indonesia resmi memutuskan untuk tidak melanjutkan rekomendasi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) terhadap impor benang filamen sintetis tertentu asal Tiongkok, setelah mempertimbangkan tekanan struktural yang dihadapi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai bentuk penyeimbangan antara perlindungan sektor hulu dan kebutuhan sektor hilir akan bahan baku yang terjangkau dan tersedia. Ia menegaskan bahwa kapasitas produksi dalam negeri untuk benang filamen sintetis masih terbatas, dan sebagian besar digunakan untuk keperluan internal produsen, sehingga pasokan ke pasar domestik belum mencukupi.

“Keputusan ini mempertimbangkan kondisi riil di lapangan. Kalau tetap diberlakukan, BMAD justru bisa mengerek biaya produksi sektor hilir dan menekan daya saing industri nasional,” ujar Budi Santoso, Kamis (19/6).

Penyelidikan dugaan dumping terhadap produk ini dimulai sejak 12 September 2023 oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI), menyusul permohonan dari Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), yang diwakili oleh PT Asia Pacific Fibers Tbk. dan PT Indorama Synthetics Tbk. Produk yang diselidiki meliputi benang filamen sintetis jenis partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY) dengan kode HS 5402.33.10, 5402.33.90, 5402.46.10, dan 5402.46.90.

Lebih jauh, pemerintah menyatakan bahwa sektor hulu TPT sebenarnya sudah memperoleh perlindungan melalui instrumen lain, seperti Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 46/2023, serta BMAD atas produk polyester staple fiber dari India, Tiongkok, dan Taiwan berdasarkan PMK No. 176/2022. Jika BMAD atas benang filamen tambahan diterapkan, maka bisa menimbulkan lapisan beban tarif yang berlebihan.

Sektor tekstil nasional, menurut Mendag, sedang menghadapi tekanan berlapis dari situasi geoekonomi global, termasuk tarif resiprokal dari AS, serta penutupan beberapa pabrik dalam negeri. Hal ini tercermin dari penurunan kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang menyusut dari 1,3% pada 2019 menjadi hanya 1,1% pada 2024.

Keputusan ini merupakan hasil koordinasi lintas kementerian—termasuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Perindustrian—serta mempertimbangkan masukan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan pelaku industri terdampak.

“Pemerintah berkomitmen menjaga keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan kebutuhan akan bahan baku yang kompetitif bagi sektor hilir,” tegas Budi Santoso. “Tujuannya adalah memastikan kelangsungan dan daya saing industri nasional secara menyeluruh.”

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan