klikwartaku.com
Beranda Internasional Ningaloo ‘Hutan Laut’ Australia Kini Terbakar Gelombang Panas Laut

Ningaloo ‘Hutan Laut’ Australia Kini Terbakar Gelombang Panas Laut

Ilustrasi Terumbu karang Ningaloo di pesisir barat laut Australia mengalami pemutihan massal akibat gelombang panas laut. Foto: Tangkapan layer YouTube The Cartwrights

KLIKWARTAKU — Australia kembali menghadapi krisis lingkungan besar. Setelah Great Barrier Reef di timur mengalami pemutihan karang selama bertahun-tahun, kini giliran Ningaloo Reef di pesisir barat laut Australia yang mengalami nasib serupa.

Fenomena ini digambarkan para ilmuwan sebagai “kebakaran bawah laut” yang menyapu ekosistem laut dengan dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Terumbu karang Ningaloo bukan sembarang lokasi. Berstatus Warisan Dunia UNESCO, kawasan ini merupakan terumbu karang pinggir terpanjang di dunia, menjadi rumah bagi hiu paus, pari manta, hiu karang, dan ratusan spesies laut lainnya.

Namun sejak akhir 2024 hingga awal 2025, suhu air yang melonjak drastis telah menyebabkan karang-karang di kawasan ini memutih—tanda stres ekstrem yang bisa berujung pada kematian massal.

Kebakaran yang Tak Terlihat

“Ini seperti kebakaran hutan di bawah laut yang telah berlangsung selama berbulan-bulan,” kata Paul Gamblin dari Australian Marine Conservation Society. “Dampaknya sangat merusak, dan masyarakat benar-benar terpukul. Ini bukan hal yang normal.”

Gelombang panas laut ini merupakan bagian dari peristiwa pemutihan karang global keempat, yang menurut para ahli telah berdampak pada lebih dari 80 persen terumbu karang di dunia.

Dr Kate Quigley, peneliti utama dari Minderoo Foundation, menjelaskan bahwa suhu yang tinggi menyebabkan gangguan pada hubungan simbiotik antara karang dan alga mikroskopis yang hidup di dalamnya. Ketika suhu terlalu panas, alga keluar dari jaringan karang, menyebabkan karang kehilangan warnanya dan menjadi putih.

“Seperti manusia yang sakit perut karena bakteri usus terganggu, karang juga bisa sakit saat simbiosisnya rusak,” ujar Quigley.

Yang membuat kondisi ini lebih mengkhawatirkan adalah lamanya durasi suhu tinggi, yang tak kunjung menurun meski musim panas telah lewat. Tanpa waktu pemulihan, karang akan mengalami kematian massal.

Pariwisata Terancam, Ekonomi Bertabrakan

Ningaloo biasanya menarik sekitar 200.000 wisatawan setiap tahun, tetapi kini wisatawan mulai menghindarinya setelah melihat kerusakan langsung.

“Rasanya seperti menyelam di atas bangkai,” kata Jenna-Rae Clark, turis asal Inggris-Afrika Selatan. “Tak ada warna, tak ada kehidupan, bahkan suara ikan pun tak terdengar.”

Warga lokal pun khawatir. Sara Morgillo, penyelam yang pindah dari Perth untuk bekerja di bidang konservasi, mengaku banyak wisatawan menangis setelah melihat kondisi terumbu karang. Namun ia menekankan masih ada bagian-bagian yang indah dan penting bagi publik untuk melihat dampak langsung dari krisis ini.

Ironisnya, hanya beberapa ratus kilometer dari Ningaloo berdiri proyek gas North West Shelf, salah satu proyek bahan bakar fosil terbesar di dunia. Pemerintah Australia bahkan memberi izin operasional hingga 2070 kepada perusahaan pengelolanya, Woodside.

Di saat yang sama, perusahaan ini juga mengincar cadangan gas terbesar Australia di Cekungan Browse yang tak jauh dari lokasi terumbu karang.

“Bagaimana mungkin, di saat terumbu karang kita hancur karena perubahan iklim, pemerintah justru membuka proyek bahan bakar fosil baru?” kritik Gamblin. “Ini harus dihentikan.”

Upaya Penyelamatan dari Laut Hingga Laboratorium

Meski tantangan besar, para ilmuwan tak tinggal diam. Dr Chris Roelfsema dari University of Queensland sedang memetakan Ningaloo menggunakan citra drone dan fotografi bawah air untuk memantau kesehatan terumbu.

Sementara itu, Dr Quigley dan timnya tengah membiakkan karang-karang hasil seleksi genetis yang lebih tahan terhadap suhu tinggi, berharap suatu saat dapat mengembalikannya ke laut.

Namun, Dr Quigley mengakui, “Ini bukan solusi jangka panjang. Solusi sebenarnya adalah menurunkan emisi karbon.”

Ia membandingkan tanggapan cepat pemerintah terhadap kebakaran hutan dengan lambatnya penanganan pemutihan karang. “Karena tidak ada rumah yang terbakar di bawah laut, tidak ada respons darurat,” ujarnya.

Terumbu Karang: Pahlawan Tak Terlihat

Terumbu karang hanya menutupi sekitar 1 persen dasar laut, tetapi menopang 25 persen kehidupan laut dan melindungi garis pantai dari badai serta ombak ekstrem. Kehancuran mereka berarti kerugian ekologis, ekonomi, dan sosial yang sangat besar.

“Terumbu karang adalah penjaga garis pantai, lumbung biodiversitas, dan sumber penghidupan jutaan orang di dunia,” pungkas Gamblin.

Kini, saat ‘kebakaran bawah laut’ terus mengancam warisan laut kita, dunia menghadapi pilihan penting: melindungi masa depan planet, atau terus menyalakan api pemanasan global.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan