klikwartaku.com
Beranda Nasional MUI Tanggapi Maraknya Perubahan Kolom Agama KTP Menjadi Penghayat Kepercayaan

MUI Tanggapi Maraknya Perubahan Kolom Agama KTP Menjadi Penghayat Kepercayaan

Kantor MUI Pusat

KLIKWARTAKU – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi fenomena meningkatnya permohonan perubahan isi kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) menjadi “Penghayat Kepercayaan”. Fenomena ini dilaporkan terjadi di sejumlah daerah, termasuk Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Ketua MUI Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan, Prof. Utang Ranuwijaya, menegaskan bahwa “penghayat kepercayaan” tidak dapat dikategorikan sebagai agama.

Ia menyebut, agar suatu kepercayaan dapat diakui sebagai agama, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi: adanya nabi atau rasul, kitab suci, serta ritual ibadah beserta tempat ibadah.

“Ketiga persyaratan ini tidak ada dalam penghayat kepercayaan. Jadi jelas, penghayat kepercayaan bukanlah agama,” ujar Prof. Utang, Sabtu 20 September 2025.

Ia menambahkan bahwa hingga saat ini, pemerintah Indonesia hanya secara resmi mengakui enam agama, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu.

Prof. Utang juga menyoroti potensi permasalahan yang bisa timbul dari maraknya fenomena ini, terutama jika penghayat kepercayaan muncul di lingkungan pemeluk agama tertentu, misalnya Islam. Ia khawatir, praktik kepercayaan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dapat bercampur dengan ajaran agama dan menyesatkan umat.

“Ritual penghayat kepercayaan tidak dibenarkan dalam akidah Islam karena bertentangan dengan syariat. Sikap MUI jelas menolak munculnya fenomena ini,” tegasnya.

Lebih lanjut, Prof. Utang meminta pemerintah untuk tetap konsisten dalam menetapkan bahwa kolom agama di KTP harus diisi dengan salah satu agama resmi yang diakui. Ia juga menolak opsi pengosongan kolom agama karena dapat dimaknai sebagai pembiaran terhadap tidak beragamanya seseorang, yang menurutnya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

“Fenomena ini cukup memprihatinkan. Meskipun sudah pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah wilayah, jumlah pemohonnya masih sangat kecil hanya belasan atau puluhan orang,” ujarnya.

Sebagai penutup, Prof. Utang mengingatkan bahwa memasukkan penghayat kepercayaan ke dalam kolom agama di KTP bisa menimbulkan kerancuan di masyarakat dalam memahami makna agama.

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan