MUI: Solusi Sound Horeg Tidak Cukup dengan Fatwa, Perlu Tindakan Kepolisian
KLIKWARTAKU – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menyatakan solusi dari fenomena sound horeg tidak cukup dengan fatwa, tetapi memerlukan ditindaklanjut dari pemerintah dan kepolisian.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, mengatakan pada dasarnya fenomena sound horeg sudah banyak laporan dari masyarakat bahwa kehadiran sound horeg sangat mengganggu ketertiban.
“Bahkan sampai pada merusak kaca beberapa rumah. Belum lagi mengganggu pendengaran seperti polusi suara, itu sudah masuk kategori hal yang dilarang oleh agama,” kata Kiai Miftah.
Kiai Miftah menambahkan, kalau sudah masuk pada perusakan lingkungan dan mengganggu ketertiban, maka sudah masuk pada ranahnya pihak-pihak keamanan.
“Polisi tentunya ya atau Satpol PP. Dan itu tidak bisa diselesaikan dengan fatwa saja, karena fatwa tidak mengikat pada dasarnya. Jadinya tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk melarang aktivitas yang mengganggu di masyarakat,” tegasnya.
Kiai Miftah menekankan, solusi dari fenomena sound horeg harus ditindaklanjuti oleh pemerintah dan kepolisian seperti memberikan surat edaran bahwa akvitas sound horeg mengganggu lingkungan dan ketentraman masyarakat.
“Itu sudah masuk ranah keamanan lingkungan, tugasnya pemerintah daerah dan kepolisian,” ungkapnya.
Kiai Miftah menyatakan bahwa sampai saat ini pihaknya belum mengeluarkan fatwa haram terkait fenomena sound horeg. Adapun fatwa haram terkait sound horeg merupakan hasil bahstul masail forum pesantren di Pasuruan, Jawa Timur.
“MUI Jawa Timur besok Rabu baru menyidangkan perkara ini dan mendatangkan pihak-pihak terkait, baik itu pelaku sound horeg, tokoh masyarakat, ahli THT. Jadi belum ada fatwa terkait hal tersebut,” tegasnya.
Sebelumnya, Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur melalui Forum Satu Muharram 1447 H resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap fenomena hiburan keliling bernama sound horeg. Fatwa ini didasarkan pada hasil Bahtsul Masail yang digelar oleh para kiai dan santri.
Rektor Ma’had Aly Ponpes Besuk sekaligus Rais Syuriah PBNU KH Muhib Aman Ali menjelaskan fatwa tersebut bukan muncul tanpa alasan. Menurut dia, fenomena sound horeg semakin meresahkan masyarakat, khususnya di wilayah Jawa Timur, seperti Pasuruan dan Malang, pascapandemi Covid-19.
“Bahtsul Masail ini memang mengangkat isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat. Dan saat ini, sound horeg menjadi salah satu persoalan yang cukup meresahkan,” ujar Kiai Muhib dikutip MUIDitital dari Republika.
Menurut dia, keresahan itu muncul karena beberapa hal. Pertama, suara sound horeg yang sangat keras kerap mengganggu masyarakat sekitar.
Kedua, hiburan ini kerap menampilkan aksi joget-joget anak muda yang dinilai tak sesuai norma kesopanan dan syariat. Bahkan, kata Kiai Muhib, seringkali ditemukan anak-anak kecil ikut menonton hingga terpapar tontonan yang tidak mendidik.
“Bahkan seringkali di dalam tontonan sound horeg itu ada anak-anak muda yang minum minuman keras. Nah, itu kemudian kita angkat di dalam forum Bahtsul Masail,” ucap dosen Ma’had Aly PP Nurul Jadid Paiton ini.
Melalui kajian syariat dalam forum Bahtsul Masail tersebut, para kiai kemudian merumuskan tiga poin penting yang menjadi dasar hukum fatwa haram tersebut.
*Tiga Dasar Hukum Fatwa Sound Horeg*
Pertama, menurut Kiai Muhib, para kiai menilai sound horeg tersebut mengganggu dan menyakiti orang lain. Karena suara yang ditimbulkan sangat keras, sound horeg dianggap merusak kenyamanan masyarakat dan bisa menyakiti secara mental maupun fisik.
“Karena disediakan dengan suara keras, hampir dipastikan itu mengganggu pada orang lain, menyakiti orang lain. Itu satu poin juga haram,” ucap dia.
Kedua, sound horeg diputuskan haram karena mengandung kemungkaran. Menurut Kiai Muhib, banyak aktivitas dalam pertunjukan sound horeg yang melanggar syariat Islam, seperti joget tak senonoh, pergaulan bebas, hingga konsumsi minuman keras.
“Di dalam tontonan sound itu ada banyak kegiatan-kegiatan yang kami sebut dengan mungkarot (hal munkar) atau yang menyalahi ketentuan syariat Islam,” kata Kiai Muhib.
Ketiga, dampak moral bagi generasi muda. Menurut Kiai Muhib, tontonan sound horeg itu berpotensi merusak moral dan akhlak generasi muda, terutama anak-anak yang ikut menyaksikan.
“Oleh karena itu kemudian tiga poin ini yang menjadi pertimbangan hukum, Sehingga kami memutuskan haram,” jelas Kiai Muhib.
Dia berharap suara pesantren ini didengarkan oleh pemerintah dan bisa ditindaklanjuti dengan aturan yang tegas dan jelas.
“Harapannya pada fatwa ini, suara pesantren atau suara para tokoh agama ini didengarkan oleh pemerintah yang kemudian disikapi dengan menentukan aturan yang jelas. Aturan yang betul-betul menghilangkan tiga dampak tadi itu,” kata Kiai Muhib.
Dia pun menegaskan fatwa ini tidak ditujukan untuk mematikan roda ekonomi para pelaku jasa penyewaan alat suara. Menurut dia, masyarakat perlu membedakan antara sound system dan sound horeg.
“Sound system itu digunakan di acara mantenan atau kegiatan resmi, itu tidak masalah. Tapi yang kita maksud sound horeg adalah tontonan keliling yang identik dengan tiga poin tadi. Itu yang kita fatwakan haram,” ujar Kiai Muhib.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage