klikwartaku.com
Beranda Internasional Menguak Kisah Permadani Bayeux: Karya Seni 1.000 Tahun yang Hidupkan Kembali Invasi Norman ke Inggris

Menguak Kisah Permadani Bayeux: Karya Seni 1.000 Tahun yang Hidupkan Kembali Invasi Norman ke Inggris

Permadani Bayeux bukan sekadar karya seni abad pertengahan. Ia adalah kisah bergambar sepanjang 70 meter yang menuntun kita menyusuri Invasi Norman ke Inggris pada tahun 1066. Foto: Tangkapan layar YouTube FRANCE 24 English

KLIKWARTAKU — Bayangkan Anda berjalan menyusuri sebuah kain bordir raksasa sepanjang 70 meter. Setiap langkah membawa Anda pada adegan berbeda: kapal yang berlayar, ksatria bersenjata, pesta perjamuan, hingga pertempuran berdarah di tanah Inggris.

Itulah pengalaman yang ditawarkan Permadani Bayeux, sebuah mahakarya berusia hampir 1.000 tahun yang masih berdiri kokoh sebagai saksi sejarah Invasi Norman ke Inggris pada 1066.

Permadani ini tidak hanya menampilkan peperangan, tetapi juga hidupkan kembali cerita politik, ambisi, dan kehidupan sehari-hari abad pertengahan. Dari 58 adegan, kita dapat melihat 626 tokoh manusia, 202 kuda, 55 anjing, serta detail pakaian, peralatan perang, dan makanan abad ke-11—semuanya dirajut dengan benang wol di atas kain linen.

Kisah di Balik Sulaman

Permadani Bayeux membawa kita ke masa penuh intrik: William Sang Penakluk menuntut haknya atas takhta Inggris, Raja Harold II yang ingkar janji, hingga klimaks Pertempuran Hastings—adegan di mana Harold tewas terkena panah di matanya, disusul pasukan Anglo-Saxon yang tercerai-berai.

Menariknya, karya ini bukan hanya glorifikasi perang. Di sela-sela adegan besar, kita menemukan detail yang manusiawi: tentara yang makan sebelum perang, rakyat yang sibuk bekerja, hingga hewan-hewan yang setia mendampingi tuannya. Semua tergambar dengan indah, menjadikan permadani ini dokumen visual sejarah sekaligus potret kehidupan masyarakat abad pertengahan.

Siapa Pembuatnya?

Asal-usul pembuatannya masih diselimuti misteri. Banyak sejarawan percaya bahwa permadani ini dibuat di Inggris, kemungkinan besar di Kent, tak lama setelah Pertempuran Hastings. Teori lain menyebut bahwa Uskup Odo dari Bayeux, saudara tiri William Sang Penakluk, memesan karya ini untuk menghiasi katedral barunya di Normandia.

Jika benar, maka permadani ini lahir dari kolaborasi budaya Anglo-Saxon dan Norman—sebuah karya yang menyeberangi batas politik, namun tetap menyimpan bias sejarah dari sudut pandang pemenang.

Dari Katedral ke Museum Prancis

Sejak abad pertengahan, permadani ini disimpan di Katedral Bayeux. Namun, perjalanan sejarahnya tidak selalu mulus. Pada masa Revolusi Prancis abad ke-18, karya ini nyaris hancur ketika digunakan sebagai penutup gerobak tentara. Beruntung, seorang hakim setempat menyelamatkannya dari kehancuran.

Sejak abad ke-19, permadani dipindahkan ke Museum Bayeux, di mana kini dipajang dalam ruang khusus dengan pengaturan cahaya dan kelembapan ketat. Ruangan itu seakan menjadi “peti kaca” yang menjaga warisan dunia ini agar tetap hidup bagi generasi mendatang.

Warisan Tak Ternilai

Lebih dari sekadar kain sulaman, Permadani Bayeux adalah narasi visual abad pertengahan yang masih bisa kita telusuri hari ini. Setiap jahitan adalah kata, setiap panel adalah kalimat, yang bersama-sama menyusun kisah epik tentang perebutan takhta, pengkhianatan, dan kemenangan.

Tak heran jika UNESCO dan para sejarawan dunia menyebutnya sebagai “komik strip” abad pertengahan—sebuah karya seni yang berhasil mengabadikan sejarah lebih kuat daripada ribuan kata tertulis.***

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan