Mengapa Keheningan Bisa Menimbulkan Rasa Cemas, Ini Penjelasannya
KLIKWARTAKU – Pernahkah kamu merasa tidak nyaman saat suasana tiba-tiba menjadi hening? Entah saat obrolan tiba-tiba berhenti, atau ketika rumah terlalu sepi hingga suara detak jam terdengar begitu nyaring. Rasa canggung, bahkan cemas, bisa muncul hanya karena… tidak adanya suara.
Fenomena ini ternyata cukup umum. Bahkan, ada satu unggahan viral di media sosial yang sempat ramai diperbincangkan: seseorang mengaku tidak memiliki televisi di rumahnya, dan alih-alih mempertanyakan alasannya, banyak orang justru bertanya, “Apa kamu tidak takut rumah jadi sepi?”
Ternyata, bagi sebagian orang, diam bisa terasa menakutkan. Keheningan seringkali diidentikkan dengan kekosongan, kesepian, hingga gagalnya komunikasi. Tapi, mengapa diam bisa terasa semencekam itu?
Ketakutan Lama yang Mengendap
Secara psikologis, manusia memang secara naluriah mengandalkan suara untuk bertahan hidup. Di masa purba, keheningan bisa menandakan bahaya yang mengintai baik itu hewan buas, bencana alam, maupun serangan dari kelompok lain. Sebaliknya, suara bahkan yang sederhana seperti dengusan atau geraman menjadi alat komunikasi dan penguat rasa aman dalam kelompok.
Meskipun zaman sudah berubah, warisan evolusi ini masih tertanam. Keheningan dalam interaksi sosial, misalnya, bisa memunculkan istilah “awkward silence” jeda percakapan yang memicu rasa tidak nyaman dan mendorong orang berbicara meski tanpa topik penting, sekadar untuk “mengusir” sunyi.
Kecemasan Digital, Ketergantungan pada Kebisingan
Kita hidup di era di mana otak hampir tidak pernah berhenti menerima rangsangan—dari notifikasi ponsel, televisi, musik, hingga percakapan media sosial yang tiada henti. Dalam kondisi ini, keheningan bisa terasa asing. Terlalu sepi justru menimbulkan kegelisahan. Bukan karena ada yang salah, tapi karena kita sudah terbiasa hidup dalam kebisingan.
Namun menurut Psychology Today, keheningan sejatinya punya kekuatan luar biasa. Ia mampu membawa kita kembali ke dalam diri, membuka ruang untuk mengenali emosi, memahami relasi, dan memproses apa yang sebenarnya sedang kita alami.
Diam Bisa Jadi Menenangkan, Tapi Juga Menantang
Keheningan juga bisa menjadi ruang reflektif, namun bagi sebagian orang, itu menakutkan. Diam membuat kita bertemu dengan pikiran sendiri—dan tidak semua orang siap untuk itu.
Psikolog Carl Jung pernah memperkenalkan konsep shadow self sisi gelap diri yang sering kita tolak atau sembunyikan. Saat sunyi, bayangan ini bisa muncul ke permukaan, memunculkan rasa tidak nyaman atau bahkan takut. Inilah sebab mengapa sebagian orang terus mencari distraksi, karena tidak ingin “berduaan” dengan pikirannya sendiri.
Manfaat Diam yang Tidak Banyak Disadari
Meski sering ditakuti, keheningan justru menyimpan banyak manfaat. Berdasarkan berbagai artikel di Psychology Today dan TIME, berikut beberapa di antaranya:
1. Menurunkan Stres dan Tekanan Mental Keheningan memberi ruang untuk beristirahat dari hiruk-pikuk eksternal. Ini memungkinkan otak dan tubuh untuk menenangkan diri, memproses emosi, dan bahkan menurunkan tekanan darah.
2. Meningkatkan Kualitas Komunikasi Dalam interaksi sosial, diam sejenak untuk mendengarkan secara aktif bisa menjadi strategi ampuh untuk menghindari konflik. Ini membantu seseorang merespons dengan lebih empatik dan bijaksana.
3. Merangsang Otak dan Kesehatan Mental Penelitian dari TIME menunjukkan bahwa keheningan bisa meningkatkan daya ingat, merangsang pertumbuhan sel otak, dan membantu otak melakukan “reset” layaknya efek dari meditasi.
Diam Bukan Kosong
Pada akhirnya, keheningan bukanlah musuh. Ia bisa menjadi sahabat dalam proses penyembuhan, pemulihan, dan pertumbuhan pribadi. Sebagaimana yang dikatakan filsuf Prancis, Blaise Pascal:
“Semua masalah manusia bermula dari ketidakmampuan manusia untuk duduk diam di dalam ruangan sendirian.”
Sunyi bukan berarti hampa. Justru dalam diam kita bisa menemukan kembali suara yang paling penting suara dari dalam diri.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage