klikwartaku.com
Beranda Metropolitan Krimhum Mafia Tanah Kian Marak, Pengamat: Alurnya Jelas, Mengapa Sulit Dibongkar?

Mafia Tanah Kian Marak, Pengamat: Alurnya Jelas, Mengapa Sulit Dibongkar?

Dr. Herman Hofi Munawar, Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik

KLIK WARTAKU – Kasus mafia tanah di Indonesia kian marak dan seolah tak tersentuh hukum. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai tindak pidana pertanahan semakin menjamur karena aparat penegak hukum (APH) dinilai tidak serius dalam melakukan pengungkapan.

“Padahal, untuk membongkar praktik mafia tanah bukanlah hal sulit jika APH benar-benar serius menanganinya,” kata Herman kepada wartawan klikwartaku.com, Selasa, 1 Oktober 2025.

Unsur Utama Tindak Pidana Mafia Tanah

Herman menjelaskan, unsur utama tindak pidana mafia tanah yang wajib dibuktikan adalah adanya perbuatan melawan hukum dalam hubungan antara pelaku dengan bidang tanah yang dikuasainya. Praktik mafia tanah, kata dia, umumnya dilakukan melalui pemalsuan dokumen pertanahan.

Pemalsuan tersebut bisa berupa surat alas hak atas tanah, Surat Keterangan Tanah (SKT), Akta Notaris, hingga Surat Jual Beli Tanah (Segel/Materai). Semua dokumen palsu itu kemudian digunakan sebagai dasar untuk mendaftarkan tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) hingga akhirnya keluar sertifikat.

“Prosesnya jelas, alurnya terang benderang. Pertanyaannya, mengapa sulit diungkap? Karena ada mata rantai panjang yang terlibat, mulai dari oknum desa, notaris, hingga aparat pertanahan,” ujar Herman.

Pasal-Pasal yang Bisa Jerat Mafia Tanah

Menurut Herman, delik pidana pemalsuan dokumen tanah telah diatur jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Beberapa pasal yang dapat digunakan antara lain:

  • Pasal 263 KUHP: pemalsuan surat dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
  • Pasal 264 KUHP: pemalsuan surat autentik, seperti akta dan sertifikat tanah, dengan ancaman 8 tahun penjara.
  • Pasal 266 KUHP: menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta autentik yang berisi keterangan palsu dengan ancaman 7 tahun penjara.
  • Pasal 274 KUHP: pemalsuan surat keterangan pejabat mengenai hak milik atau hak lain atas barang, dengan tujuan mengelabui aparat atau untuk kepentingan jual beli maupun penggadaian.

“Pasal-pasal itu sudah cukup kuat untuk menjerat mafia tanah. Jadi sebetulnya tidak ada alasan untuk membiarkan mereka bebas berkeliaran,” ucap Herman.

Peran Desa dan BPN dalam Mafia Tanah

Herman menambahkan, banyak kasus mafia tanah berawal dari surat keterangan yang dikeluarkan secara serampangan oleh kepala desa. Surat itu kemudian dijadikan dasar transaksi dengan korporasi atau pihak tertentu. Setelah itu, dokumen palsu didaftarkan ke BPN dan diproses hingga keluar sertifikat.

“BPN sering kali menerima dokumen itu dengan senyuman, tanpa melakukan verifikasi mendalam. Inilah celah yang membuat praktik mafia tanah terus terjadi,” katanya.

Perlu Pengawasan Ketat

Karena itu, Herman menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap notaris, aparat desa, dan pejabat pertanahan. Menurutnya, pengungkapan mafia tanah tidak sulit karena pola dan aktornya selalu berulang.

“Yang dibutuhkan hanya keberanian dan integritas aparat. Jika ini tidak dibenahi, mafia tanah akan terus merajalela dan masyarakat yang dirugikan akan semakin banyak,” tutur Herman.

 

 

 

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan