Krisis Kelahiran Ancam Desa-Desa di Italia: Sekolah Tutup, Masa Depan Suram
KLIKWARTAKU — Di tengah jalan utama yang sunyi di kota kecil Fregona, wilayah utara Italia, Walikota Giacomo de Luca menunjuk bangunan-bangunan dengan pintu tergembok dan papan nama memudar: dua supermarket, tukang cukur, restoran — semua telah tutup.
Fenomena ini tak hanya terjadi di Fregona. Banyak desa di Italia mengalami penurunan populasi tajam akibat angka kelahiran yang terus merosot dan warga muda yang memilih pindah ke kota besar atau luar negeri.
Kondisi ini bahkan mengancam keberadaan sekolah dasar setempat. “Kelas Tahun Pertama tak bisa dibuka karena hanya ada empat murid. Padahal minimal butuh sepuluh agar mendapat pendanaan,” ujar De Luca.
Dalam satu dekade terakhir, populasi Fregona menurun hampir 20 persen. Hingga pertengahan 2025, hanya empat bayi yang lahir dari sekitar 2.700 warga yang sebagian besar sudah lanjut usia.
Jika sekolah tutup, anak-anak pindah dan tak kembali lagi, kata De Luca. Ia kini keliling desa dan pabrik pizza sekitar, membujuk orang tua agar menyekolahkan anaknya di Fregona. Ia bahkan menawarkan antar-jemput gratis, jam belajar hingga pukul enam sore, semua dibiayai oleh pemerintah desa.
“Sedikit demi sedikit, jika ini terus berlanjut, desa kami akan mati,” ujarnya cemas.
Krisis Nasional yang Meluas
Masalah ini bukan milik Fregona semata. Italia menghadapi krisis demografi serius. Dalam 10 tahun terakhir, penduduk nasional menyusut hampir 1,9 juta jiwa, dan angka kelahiran turun selama 16 tahun berturut-turut.
Rata-rata, perempuan Italia hanya memiliki 1,18 anak, angka terendah sepanjang sejarah dan jauh di bawah rata-rata Uni Eropa (1,38) maupun tingkat pengganti populasi (2,1).
Upaya pemerintahan sayap kanan Giorgia Meloni, seperti bonus bayi €1.000 dan cuti orang tua diperpanjang, belum mampu membalikkan keadaan.
Valentina Dottor, ibu muda di Fregona, mengakui beratnya menjadi orang tua. Ia mendapat tunjangan €200 per bulan, tapi masih kesulitan menemukan tempat penitipan anak yang terjangkau.
“Teman-temanku takut punya anak. Biayanya besar, sulit cari sekolah, dan waktu kerja tidak fleksibel,” katanya. “Ada bantuan, tapi tidak cukup untuk membuat orang mau punya anak.”
Solusi dari Swasta dan Pabrik
Beberapa perusahaan di wilayah Veneto mengambil inisiatif. Seperti Irinox, pabrik pendingin industri yang membuat tempat penitipan anak sendiri bersama tujuh perusahaan lain. Lokasinya hanya dua menit dari ruang produksi.
“Tanpa tempat penitipan ini, saya tak bisa bekerja lagi,” ujar Melania Sandrin, manajer keuangan di Irinox. Ia dan rekan-rekannya menunda punya anak hingga usia 30-an demi stabilitas kerja. Bahkan sekarang, ia masih ragu untuk punya anak kedua.
“Yang kami butuhkan bukan uang tunai sekali bayar, tapi layanan nyata seperti penitipan anak gratis,” tegas CEO Irinox, Katia da Ros.
Sekolah Tutup, Desa Mati
Di kota tetangga Treviso, SD Pascoli ditutup permanen bulan lalu karena kekurangan murid. Hanya 27 anak yang hadir dalam seremoni perpisahan, disambut lagu duka dan penurunan bendera Italia.
Eleanora Franceschi, ibu dari salah satu murid, mengatakan, “Libur sekolah tiga bulan di musim panas benar-benar menyusahkan orang tua yang bekerja. Kami butuh dukungan nyata, bukan hanya cek bulanan.”
Kepala sekolah Luana Scarfi juga menyinggung soal ketegangan sosial akibat migrasi, yang berdampak pada pemilihan sekolah oleh warga lokal.
Sementara itu, PBB memperkirakan populasi Italia akan berkurang lima juta dalam 25 tahun ke depan, dan mayoritas menjadi lansia — kondisi yang dapat menghantam perekonomian secara serius.
“Pemerintah ingin populasi tumbuh, tapi kebijakannya tak mendukung keluarga,” tutup Eleanora, seraya mempertanyakan “Dalam situasi seperti ini, bagaimana kami bisa yakin untuk punya anak lagi?”***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage