Korupsi Pengadaan Tanah Bank Daerah Kalbar: RS Ditangkap di Jakarta, Ditahan di Pontianak
KLIKWARTAKU — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Barat kembali menetapkan RS sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kantor pusat salah satu bank milik Pemerintah Daerah Provinsi Kalbar. Tersangka merupakan pihak ketiga yang menerima kuasa dari penjual lahan.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar, Siju mengatakan, RS sebelumnya telah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali, namun tidak pernah hadir tanpa keterangan. Akhirnya, tim penyidik meminta bantuan Bidang Intelijen Kejati Kalbar untuk melacak keberadaan yang bersangkutan.
Pada Selasa malam 9 September 2025 sekitar pukul 20.30, lanjut Siju, tim gabungan dari penyidik Kejati Kalbar, Intelijen Kejati Kalbar, dan AMC Kejagung RI berhasil mengamankan RS di rumahnya di kawasan PIK, Jakarta. Selanjutnya, tersangka diterbangkan ke Pontianak dan langsung dibawa ke kantor Kejati Kalbar untuk menjalani pemeriksaan.
“Berdasarkan bukti permulaan yang cukup, penyidik kemudian menetapkan RS sebagai tersangka dan melakukan penahanan selama 20 hari ke depan, mulai 10 hingga 29 September 2025, di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIA Pontianak,” kata Siju, Rabu 10 September 2025.
Siju menerangkan, kasus tersebut bermula dari proyek pengadaan tanah pada tahun 2015 untuk pembangunan kantor pusat bank daerah dengan luas lahan 7.883 meter persegi senilai Rp99,17 miliar. Hasil penyidikan mengungkap, perbuatan RS bersama terdakwa PAM (yang perkaranya sudah diputus namun masih dalam upaya hukum) serta tiga terdakwa lainnya yang sedang menjalani proses persidangan, menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp39,86 miliar.
Siju menegaskan, tersangka RS dijerat dengan beberapa pasal yakni pasal 2 ayat 1, pasal 3 juncto pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Undang undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan Undang undang nomor 20 tahun 2001, juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal seumur hidup atau paling singkat empat tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.
“Kami tegaskan, penyidik akan terus menindaklanjuti setiap bukti yang ada untuk mengembalikan kerugian keuangan negara,” tegas Siju.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini