Kontaminasi Cesium-137 pada Cengkeh RI Berpotensi Ganggu Program Ekonomi Hijau
KLIKWARTAKU – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyoroti temuan kontaminasi zat radioaktif Cesium-137 pada produk cengkeh asal Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Ia memperingatkan bahwa temuan ini dapat menjadi ancaman serius terhadap upaya membangun ekonomi hijau yang menjadi bagian dari visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Cengkeh merupakan komoditas rempah yang telah lama menjadi primadona perdagangan dunia. Sebagai negara penghasil cengkeh terbesar, kita harus memastikan kualitas dan keamanannya agar tetap diterima di pasar global,” kata Alex dalam pernyataan tertulis kepada Parlementaria di Jakarta, Rabu 1 Oktober 2025.
Menurut laporan FDA, zat radioaktif Cesium-137 ditemukan dalam kontainer pengiriman cengkeh dari Indonesia. Meskipun kadar yang ditemukan masih dalam ambang batas aman, Alex menilai hal ini tetap harus menjadi perhatian serius.
“Paparan Cesium-137 dalam makanan dapat membahayakan kesehatan, mulai dari kerusakan organ hingga meningkatkan risiko kanker. Meski dalam batas aman, kontaminasi semacam ini bisa merusak reputasi dan kepercayaan terhadap produk Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, FDA juga mencatat temuan serupa pada produk udang beku asal Indonesia. Temuan berulang ini, menurut Alex, menunjukkan adanya potensi kelalaian sistemik yang harus segera dibenahi.
Alex mendesak agar **Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)** segera melakukan investigasi menyeluruh untuk menelusuri sumber kontaminasi. Ia juga menegaskan pentingnya keterbukaan hasil investigasi tersebut kepada publik.
“Hasil investigasi, walaupun pahit, harus dipublikasikan secara transparan. Ini penting agar citra Indonesia sebagai eksportir utama rempah dunia tetap terjaga,” tegas legislator asal Sumatera Barat itu.
Selain menjaga reputasi ekspor, Alex juga menyoroti pentingnya perlindungan pasar domestik dari risiko serupa. Untuk itu, ia mendorong pelibatan aktif Bapeten dalam pengawasan produk pangan, termasuk pada proses impor bahan pangan, bersama lembaga lain seperti Badan Karantina dan BBPOM.
“Penambahan peran lembaga harus dilakukan secara cermat. Jangan sampai penguatan pengawasan justru menciptakan hambatan baru bagi pelaku usaha,” pungkasnya.
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini