Konsumen Geram Biaya Bagasi Jadi Ladang Miliaran Dolar bagi Maskapai

KLIKWARTAKU – Maskapai Air Canada dan Southwest menjadi yang terbaru mengenakan biaya bagasi check-in, biaya tambahan atau disebut juga “junk fees” kembali memicu kemarahan di kalangan politisi dan kelompok konsumen. Di saat yang sama, penjualan koper berukuran kecil yang bisa dibawa sebagai bagasi kabin melonjak tajam.
Di luar Bandara Pusat Toronto, Lauren Alexander (24) yang datang dari Boston mengaku kesal dengan biaya tambahan tersebut. “Itu terasa seperti penipuan,” ujarnya. “Kita beli tiket karena terlihat murah, tapi ternyata harus bayar tambahan US$200 (sekitar Rp3,2 juta) hanya untuk bawa koper,” timpalnya lagi.
Untuk menghindari biaya tersebut, Alexander hanya membawa tas punggung kecil sebagai bagasi kabin. Hal serupa diungkapkan Sage Riley (27), “Mahal banget,” ketusnya.
Dulu, layanan seperti bagasi check-in, pemilihan kursi, dan makanan di pesawat adalah fasilitas standar dalam penerbangan komersial. Namun, semuanya berubah sejak munculnya maskapai bertarif rendah. Jay Sorensen dari konsultan penerbangan IdeaWorks menjelaskan, pada 2006 maskapai asal Inggris, FlyBe, menjadi yang pertama di dunia mengenakan biaya bagasi check-in £2 jika dipesan sebelumnya, dan £4 jika tidak.
Langkah ini kemudian diikuti maskapai murah lain, hingga akhirnya maskapai besar ikut menerapkan kebijakan serupa, setidaknya untuk penerbangan jarak pendek. Pada 2008, American Airlines menjadi maskapai AS pertama yang mengenakan biaya US$15 untuk bagasi pertama dalam penerbangan domestik.
Sorensen mengatakan, maskapai besar merasa tidak punya pilihan karena harus bersaing dengan maskapai murah. Mereka merasa harus ikut menyesuaikan diri. Hasilnya? Maskapai-maskapai AS meraup US$7,27 miliar dari biaya bagasi check-in pada 2024, naik dari US$7 miliar di 2023 dan US$5,76 miliar pada 2019, berdasarkan data pemerintah federal.
Tak heran jika makin banyak penumpang memilih membawa koper kabin saja. Kirsty Glenn, Direktur Pelaksana perusahaan koper asal Inggris, Antler, mengungkapkan adanya lonjakan besar dalam permintaan koper kecil yang sesuai ukuran bagasi kabin maskapai. “Kami melihat lonjakan besar pencarian online di situs kami,” ujarnya.
Salah satu produk koper kabin terbaru Antler yang dirilis April lalu ludes terjual karena tren bepergian hanya dengan bagasi kabin. Tren ini juga didorong konten media sosial tentang “hack” mengemas barang dan memilih koper yang sesuai standar maskapai. “Media sosial benar-benar mendorong kebutuhan akan tas yang sesuai batas ukuran bagasi,” kata jurnalis perjalanan Chelsea Dickenson.
Dengan hampir satu juta pengikut di TikTok, video koper milik Dickenson menjadi konten inti yang paling populer. “Lucunya, saya bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu riset perjalanan besar, tapi justru video tentang koper murah yang saya uji coba di bandara jauh lebih sukses,” ungkapnya pula.
Secara global, total biaya tambahan maskapai termasuk bagasi, pemilihan kursi, wifi, lounge, upgrade, makanan dan minuman diperkirakan mencapai US$145 miliar tahun ini. Sehingga setara 14 persen dari total pendapatan industri penerbangan, berdasarkan informasi Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA). Naik dari US$137 miliar tahun lalu.
Angka-angka ini menarik perhatian politisi di Washington. Desember lalu, para pimpinan maskapai dipanggil ke sidang Senat. Seorang senator Demokrat bahkan menyebut biaya-biaya ini sebagai “junk fees” dan mendorong pemerintah federal meninjau serta memberi sanksi terhadap maskapai. Namun, belum ada tanggapan dari Departemen Transportasi AS terkait isu ini.
Yang lebih mengkhawatirkan, kini semakin banyak maskapai yang juga mengenakan biaya untuk bagasi kabin. Maskapai murah asal Irlandia, Ryanair, misalnya, hanya mengizinkan satu tas kecil gratis yang muat di bawah kursi depan. Jika ingin membawa tas yang lebih besar untuk disimpan di kabin atas, penumpang harus membayar mulai dari £6.
Maskapai Eropa lain seperti EasyJet, Norwegian Airlines, Transavia, Volotea, Vueling, dan WizzAir juga menerapkan biaya serupa untuk bagasi kabin. Hal ini dikecam oleh organisasi konsumen pan-Eropa, BEUC, yang bulan lalu melayangkan pengaduan ke Komisi Eropa.
Mereka mengacu pada putusan Pengadilan Eropa tahun 2014 yang menyatakan bahwa bagasi kabin tidak boleh dikenakan biaya tambahan selama memenuhi persyaratan wajar terkait ukuran dan berat, serta sesuai aturan keamanan. Namun, hingga kini definisi persyaratan wajar masih abu-abu dan butuh kejelasan resmi.
Di tengah kekisruhan ini, maskapai asal India, IndiGo, menunjukkan pendekatan berbeda. CEO-nya, Pieter Eibers, menyatakan mereka tidak mengenakan biaya untuk bagasi check-in. “Filosofi kami berbeda,” katanya. “Kami tidak ingin antrean panjang atau perdebatan soal berat bagasi di pintu gerbang. Semua bisa berjalan cepat, pesawat kami bisa siap terbang kembali dalam 35 menit,” jelasnya.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage