klikwartaku.com
Beranda Internasional Konflik Thailand-Kamboja Memanas: Dari Ketegangan Perbatasan ke Perang Media Sosial

Konflik Thailand-Kamboja Memanas: Dari Ketegangan Perbatasan ke Perang Media Sosial

Ketegangan perbatasan Thailand-Kamboja berubah menjadi “perang digital” di media sosial. Foto: Tangkapan layer YouTube Al Jazeera English

KLIKWARTAKU — Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat ke permukaan. Kali ini tidak hanya dalam bentuk bentrokan fisik di perbatasan, tetapi juga melalui “perang digital” yang melibatkan ribuan warganet dari kedua negara di media sosial.

Setelah insiden bentrokan bersenjata pada Kamis lalu yang menewaskan lebih dari selusin orang di perbatasan, pertikaian antarwarga meluas ke dunia maya. Komentar saling serang, tagar tandingan, hingga tuduhan provokatif menghiasi TikTok, X (Twitter), dan Facebook.

Perang Tagar dan Tuduhan Salip-Salipan

Di TikTok, seorang warganet Kamboja menulis, “Justice for Cambodia. Pasukan Thailand menembak lebih dulu.” Komentar tersebut dibalas keras oleh pengguna Thailand dengan menyebut Kamboja sebagai “negara penipu terbesar”.

Sementara itu, di platform X, pengguna Thailand ramai-ramai menggunakan tagar #CambodiaOpenedFire, sementara pihak Kamboja membalas dengan tagar #ThailandOpenedFire. Kedua pihak saling menyebarkan versi mereka atas kejadian bentrokan, memperkeruh suasana di tengah belum stabilnya hubungan bilateral.

Dari Sengketa Candi ke Tuduhan Pencurian Budaya

Konflik antarbangsa ini bukan hal baru. Sengketa atas Candi Preah Vihear sejak 2008 masih menyisakan luka sejarah. Baru-baru ini, Kamboja menuduh pasukan Thailand memasang kawat berduri di kompleks candi Ta Moan, memperburuk ketegangan.

Selain soal wilayah, konflik juga merembet ke ranah budaya dan warisan tak benda. Dari tari tradisional, pakaian adat, kuliner, hingga olahraga seperti Muay Thai dan Kun Khmer, keduanya saling tuduh mencuri budaya.

Pada SEA Games 2023, atlet Muay Thai Thailand boikot karena cabang tersebut ditampilkan sebagai Kun Khmer oleh tuan rumah Kamboja. Bulan ini, kontroversi kembali muncul ketika Kamboja mengajukan tradisi pernikahan Khmer ke UNESCO, dan dituduh mencantumkan pakaian adat Thailand dalam dokumen nominasi.

Politisi Ikut Terlibat, Ketegangan Semakin Membara

Ketegangan tak hanya di kalangan warganet. Thaksin Shinawatra, mantan PM Thailand, melalui akun X menyindir Hun Sen, eks pemimpin kuat Kamboja. Ia menulis bahwa “militer Thailand perlu memberi pelajaran kepada Hun Sen atas kelicikannya”.

Hun Sen langsung membalas: “Saya tidak heran Thaksin bersikap seperti itu. Ia bahkan pernah mengkhianati Raja Thailand.”

Perseteruan ini makin panas setelah Hun Sen membocorkan percakapan telepon dengan Paetongtarn Shinawatra, putri Thaksin dan PM saat itu, yang menyebut Hun Sen sebagai “paman”. Kebocoran ini membuat Paetongtarn diskors dan kini tengah menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi Thailand.

Ketegangan Budaya Bisa Picu Kekerasan di Dunia Nyata

Tak sedikit yang khawatir bahwa provokasi daring ini akan merembet menjadi kekerasan nyata. Sebuah video viral menunjukkan seorang pria Thailand menampar pekerja migran Kamboja sambil memerintahkan mereka berbicara dalam bahasa Khmer.

“Ini bukan lagi sekadar konflik diplomatik. Kita sedang menyaksikan munculnya perang kebencian,” kata Wilaiwan Jongwilaikasaem, profesor jurnalistik dari Universitas Thammasat.

Ajakan Damai dan Peran Media

Meski kedua negara telah menyerukan gencatan senjata, perang narasi belum menunjukkan tanda akan mereda. Asosiasi jurnalis Thailand dan Kamboja telah mengeluarkan pernyataan bersama agar masyarakat berhati-hati menyebarkan informasi yang belum terverifikasi.

Namun, dengan sejarah panjang persaingan dan perebutan klaim budaya, pertikaian daring antara warga Thailand dan Kamboja kemungkinan besar akan terus berlanjut—meski peluru telah berhenti menyalak.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan