‘Kesepakatan Seni Terbesar India’ Mengubur Mahakarya MF Husain di Brankas Bank

KLIKWARTAKU – Hampir dua lusin lukisan karya MF Husain salah satu seniman modern paling terkenal di dunia yang pernah menjadi bagian dari kesepakatan seni terbesar India, akan dilelang untuk pertama kalinya pada pekan depan.
Pada 12 Juni 2025 mendatang, sebanyak 25 lukisan langka MF Husain akan dilelang di sebuah galeri seni di Mumbai, lebih dari dua dekade setelah sang maestro menyelesaikannya.
Ini akan menjadi penampilan publik pertama dari lukisan-lukisan tersebut, yang telah terkunci di dalam brankas bank sejak 2008 setelah disita oleh pihak berwenang dari seorang pengusaha ternama karena dugaan gagal bayar pinjaman.
“Seolah-olah lukisan-lukisan ini akhirnya kembali ke titik awal,” kata Dadiba Pundole, Direktur Galeri Seni Pundole, tempat lelang akan digelar.
Husain menggunakan galeri ini sebagai studio untuk sebagian besar karya tersebut, yang merupakan bagian dari seri ambisius sebanyak 100 lukisan yang sayangnya tidak pernah selesai. Sering dijuluki “Picasso dari India,” MF Husain adalah salah satu seniman paling dipuja dan juga paling kontroversial di India. Karyanya telah terjual hingga jutaan dolar, meski tema-tema beraninya kerap menuai kritik. Ia wafat pada tahun 2011 dalam usia 95 tahun.
Berjudul MF Husain: An Artist’s Vision of the XX Century, 25 lukisan ini menawarkan pandangan sang seniman terhadap abad ke-20 yang penuh transformasi, dengan kemajuan teknologi, dinamika politik, dan pergeseran budaya. Galeri Pundole memperkirakan lelang ini dapat meraup hingga $29 juta (sekitar Rp465 miliar).
Lelang ini digelar beberapa bulan setelah lukisan Husain lainnya, Untitled (Gram Yatra), terjual di lelang Christie’s New York seharga $13,8 juta, memecahkan rekor sebagai karya seni India termahal yang pernah dilelang.
Lukisan minyak di atas kanvas itu sebelumnya terpajang di dinding sebuah rumah sakit di Norwegia selama hampir lima dekade, dan nyaris dilupakan dunia seni hingga akhirnya ditemukan kembali oleh rumah lelang pada tahun 2013. Kisah lelang terbaru ini juga mengikuti pola yang serupa.
Husain mulai mengerjakan lukisan-lukisan tersebut pada awal tahun 2000-an dengan semangat dan antusiasme besar, kenang Pundole. “Ketika dia melukis, tidak ada yang bisa mengganggunya. Apa pun yang terjadi di sekitarnya tak pernah mengalihkan fokusnya,” kenangnya.
Pada tahun 2004, Husain menjual 25 lukisan pertama kepada seorang pengusaha Mumbai sebagai bagian awal dari kesepakatan senilai satu miliar rupee. Penulis MF Husain: The Journey of a Legend, Kishore Singh, membahas kesepakatan ini di surat kabar Indian Express.
“Husain tidak iri pada seniman lain, tapi ia sangat kompetitif,” tulis Singh, seraya mencatat bahwa kesepakatan ini terjadi tak lama setelah lukisan Kali karya Tyeb Mehta mencetak rekor sebagai lukisan termahal India pada 2002, terjual seharga 15 juta rupee.
Kesepakatan Husain dengan pengusaha Guru Swarup Srivastava disebut media sebagai kesepakatan seni terbesar India, menjadikan Srivastava yang sebelumnya tidak dikenal di dunia seni sebagai kolektor selebritas secara instan.
Namun dua tahun kemudian, Biro Investigasi Pusat (CBI) India mulai menyelidiki bisnis Srivastava atas dugaan penyalahgunaan pinjaman dari lembaga pertanian milik pemerintah. CBI menuduh bahwa dana tersebut dialihkan ke sektor properti, reksa dana, dan pembelian lukisan Husain. Srivastava dan perusahaannya membantah semua tuduhan tersebut, dan kasusnya masih bergulir di pengadilan.
Pada tahun 2008, sebuah pengadilan arbitrase mengizinkan lembaga pertanian pemerintah tersebut menyita aset senilai satu miliar rupee dari Srivastava termasuk 25 lukisan Husain.
Pada Februari tahun ini, pengadilan memutuskan bahwa lukisan-lukisan itu bisa dilelang untuk menutupi sebagian dari kerugian pinjaman. Maka, setelah bertahun-tahun tersembunyi di brankas bank, 25 lukisan ini akhirnya muncul kembali ke hadapan publik.
Dalam wawancara tahun 2018 dengan penulis dan jurnalis Tara Kaushal, Srivastava mengenang bagaimana kesepakatannya dengan Husain gagal terlaksana.
“Saya berencana membayar Husain untuk sisa lukisan dengan menjual 25 lukisan pertama. Tapi karena komplikasi hukum, saat Husain menelepon saya pada 2008 dan mengatakan bahwa lukisan-lukisan selanjutnya sudah siap di London dan Paris dan bisa diambil dengan harga yang telah disepakati, saya tidak punya dana. Ia mengerti,” ujarnya.
Ketika ditanya mengapa Husain memilih menjual karyanya kepada seseorang yang hampir tidak dikenal di lingkaran seni elite India, Pundole menjawab, “Ia tidak peduli. Selama lukisannya terjual, itu sudah cukup baginya.”
Tak ada yang tahu pasti bagaimana perasaan Husain terhadap kegagalan kesepakatan ini atau terhadap seri lukisan abad ke-20 yang tak pernah rampung. Namun episode ini menjadi catatan penting dalam perjalanan kariernya yang berani dan penuh warna.
Ke-25 lukisan dalam seri ini, yang semuanya menggunakan akrilik di atas kanvas, menampilkan gaya khas Husain yang berani sambil merefleksikan peristiwa besar dan dinamika sosial abad ke-20.
Satu lukisan menggambarkan sekelompok orang dari latar belakang berbeda sedang bercengkerama di bangku taman, melambangkan ajakan Husain untuk dialog damai dan hidup berdampingan antara kekuatan dunia.
Lukisan lain memberi penghormatan kepada Charlie Chaplin, namun berdampingan dengan gambar peluncuran roket, menyoroti kontras antara kesenjangan sosial dan ekonomi dengan belanja besar-besaran negara untuk teknologi.
Lukisan-lukisan lainnya menggambarkan dunia yang berjuang melawan kemiskinan, prajurit di parit, dan kemanusiaan yang menghadapi tragedi besar seperti Perang Dunia Kedua, Pemisahan India, dan Holocaust.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage