Kenaikan Biaya Visa H-1B Trump Capai Rp1,55 Miliar, AS Justru Bisa Rugi Lebih Besar dari India
KLIKWARTAKU — Keputusan mengejutkan Presiden Donald Trump menaikkan biaya izin kerja H-1B hingga $100 ribu (Rp1,55 miliar) atau sekitar 50 kali lipat, mengguncang dunia teknologi dan imigrasi.
Pengumuman pada Jumat itu langsung memicu kepanikan: perusahaan Silicon Valley melarang staf bepergian, pekerja asing berebut tiket pulang, sementara pengacara imigrasi lembur menafsirkan aturan baru tersebut.
Meski Gedung Putih buru-buru meluruskan bahwa kenaikan biaya hanya berlaku bagi pemohon baru dan bersifat satu kali, masa depan program H-1B tetap penuh ketidakpastian. Program ini selama tiga dekade menjadi jalur utama pekerja terampil India menuju “American Dream” sekaligus sumber talenta vital bagi industri AS.
India memang akan terdampak – lebih dari 70 persen pemegang visa H-1B adalah warga India. Namun analis menilai kerugian lebih besar justru mengancam Amerika Serikat: rumah sakit bisa kekurangan dokter, universitas kesulitan menarik mahasiswa STEM, dan start-up tanpa kekuatan lobi akan kehilangan talenta global.
“Biaya $100 ribu (Rp1,55 miliar) tidak realistis. Gaji median pekerja H-1B baru hanya sekitar $94 ribu (sekitar Rp1,46 miliar) per tahun, artinya sebagian besar bahkan tidak mampu menutup biaya itu,” ujar Gil Guerra, analis kebijakan imigrasi di Niskanen Center.
Industri IT India senilai $283 miliar atau sekitar Rp4.386,5 triliun diperkirakan akan menyesuaikan dengan mengalihkan proyek ke luar negeri dan mengurangi peran tenaga kerja onshore. Namun bagi AS, dampaknya lebih serius: ketergantungan pada dokter asing, profesor, dan insinyur teknologi tinggi membuat kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing nasional.
Bahkan David Bier, Direktur Studi Imigrasi di Cato Institute, memperingatkan kebijakan ini akan “memberikan pukulan telak bagi inovasi dan daya saing AS” jika perusahaan harus memindahkan pekerjaan ke luar negeri.
Kenaikan biaya visa juga dikhawatirkan menurunkan minat mahasiswa India belajar di AS. Saat ini, satu dari empat mahasiswa internasional di AS berasal dari India. “Banyak yang merasa ini serangan langsung, karena biaya sudah dikeluarkan dan jalur kerja di AS kini tertutup,” kata Sudhanshu Kaushik, pendiri North American Association of Indian Students.
Para pengamat memperkirakan kebijakan ini akan menghadapi tantangan hukum. Sementara itu, beberapa raksasa teknologi seperti Amazon, Google, dan Apple disebut bisa saja mendapat pengecualian, meski langkah itu dinilai justru mengaburkan tujuan kebijakan.
Dengan kontribusi pemegang visa H-1B mencapai $86 miliar atau sekitar Rp1.333 triliun per tahun ke ekonomi AS, termasuk $24 miliar atau sekitar Rp372 triliun pajak federal, kebijakan ini lebih tampak sebagai ujian besar bagi daya tahan industri dan ekonomi Amerika ketimbang sekadar tarif visa.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini