klikwartaku.com
Beranda Internasional Kekerasan Sektarian dan Serangan Israel Guncang Suriah, Siapa Sebenarnya Kaum Druze?

Kekerasan Sektarian dan Serangan Israel Guncang Suriah, Siapa Sebenarnya Kaum Druze?

Kaum Druze adalah komunitas etno-religius berbahasa Arab tersebar di Suriah, Lebanon, Israel, dan wilayah Golan yang diduduki dengan kepercayaan turunan dari Syiah Ismailiyah lalu berkembang menjadi keyakinan tersendiri. Foto: tangkapan layer YouTube Times News

KLIKWARTAKU — Serangkaian kekerasan sektarian dan serangan militer terbaru Israel kembali mengguncang Suriah, menyoroti rapuhnya keamanan nasional negara tersebut di bawah pemerintahan baru Ahmed al-Sharaa.

Ketegangan memuncak sejak Minggu, 13 Juli 2025, ketika seorang pedagang dari komunitas minoritas Druze dilaporkan diculik di wilayah Suweida, selatan Suriah. Insiden tersebut memicu bentrokan mematikan selama berhari-hari antara milisi Druze dan kelompok bersenjata Sunni Badui.

Hingga kini, sedikitnya 350 orang tewas dalam konflik tersebut, menurut laporan Syrian Observatory for Human Rights (SOHR).

Tak berhenti di situ, Israel ikut campur secara militer pada 15 Juli, dengan dalih melindungi komunitas Druze serta menargetkan pasukan pro-pemerintah yang dituduh menyerang mereka. Serangan Israel kemudian diperluas ke Damaskus pada 16 Juli, menghantam markas Kementerian Pertahanan dan pangkalan militer Suriah.

Serangan tersebut adalah eskalasi terbesar Israel sejak akhir 2024, ketika Israel menghancurkan ratusan situs militer dan menguasai zona buffer PBB di Dataran Tinggi Golan yang diduduki.

Siapa Kaum Druze?

Kaum Druze adalah komunitas etno-religius berbahasa Arab yang tersebar di Suriah, Lebanon, Israel, dan wilayah Golan yang diduduki. Kepercayaan mereka merupakan turunan dari Syiah Ismailiyah yang berkembang menjadi keyakinan tersendiri.

Sekitar setengah dari satu juta penganut Druze tinggal di Suriah, atau sekitar 3 persen dari total populasi. Mereka telah lama berada di posisi yang rentan dalam politik Suriah. Sejak perang sipil pecah, mereka membentuk milisi lokal dan kerap menolak integrasi dengan militer pemerintah.

Pasca jatuhnya Bashar al-Assad pada Desember 2024, kelompok Druze semakin waspada terhadap otoritas baru, bahkan menolak kehadiran pasukan keamanan Suriah di wilayah mereka.

Meski pemerintah baru telah menyatakan akan melindungi minoritas, laporan dari SOHR menyebutkan adanya eksekusi kilat terhadap warga Druze oleh pasukan pemerintah, memicu ketidakpercayaan yang lebih dalam.

Mengapa Israel Menyerang Suriah?

Israel menyatakan serangan militer dilakukan untuk melindungi kaum Druze serta mencegah pengerahan pasukan pemerintah Suriah dan pejuang Islamis ke wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Dataran Tinggi Golan. Israel dikabarkan ingin menciptakan zona demiliterisasi sebagai benteng keamanan terhadap kemungkinan infiltrasi.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyatakan serangan ini adalah bentuk peringatan keras. “Peringatan telah berakhir, sekarang waktunya pukulan menyakitkan,” tulisnya di media sosial.

Namun sebagian tokoh Druze di Suriah dan Lebanon menuduh Israel sengaja memecah belah komunitas sektarian untuk memperluas pengaruh geopolitiknya di kawasan.

Dunia Internasional Bereaksi

Amerika Serikat menyatakan sangat prihatin atas situasi tersebut. Menlu AS Marco Rubio mengatakan telah menyepakati langkah konkret untuk menghentikan kekerasan.

Negara-negara Arab seperti Mesir, Qatar, Yordania, Irak, dan Lebanon mengutuk serangan Israel, sementara Arab Saudi menyebut aksi tersebut sebagai serangan terang-terangan terhadap kedaulatan Suriah. Iran menyebut serangan itu sebagai tindakan yang dapat diprediksi, sementara Turki menyebutnya sebagai sabotase terhadap proses perdamaian Suriah.

PBB melalui Sekjen Antonio Guterres juga mengutuk serangan Israel yang dinilai bersifat eskalatif dan mengancam stabilitas regional.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Kekerasan sektarian dan serangan udara yang terus berlangsung telah mengancam proses rekonsiliasi nasional dan rekonstruksi pasca-perang di Suriah. Pemerintah baru di bawah kendali kelompok Islamis dinilai belum mampu mengendalikan seluruh wilayah negara secara efektif.

Israel, di sisi lain, kemungkinan akan terus memandang kelompok bersenjata di selatan Suriah sebagai ancaman, serta berusaha membangun aliansi dengan kelompok-kelompok minoritas seperti Druze, Kurdi, dan Alawit yang merasa terpinggirkan oleh rezim baru.

Dengan lanskap politik Suriah yang masih terbelah dan keberadaan kekuatan asing seperti Israel, proses perdamaian di Suriah kembali di ujung tanduk.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan