Kejagung Hentikan Penuntutan 9 Kasus Pidana Ringan Melalui RJ
KLIKWARTAKU — Kejaksan Agung (Kejagung) RI menyetujui sembilan permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme restorative rustice (RJ) yang diajukan oleh tujuh Kejaksaan Negeri (Kejari), dengan dua perkara masing-masing berasal dari Kejari Indragiri Hilir dan Kejari Malinau. Senin 25 Agustus 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, mengatakan salah satu perkara yang disetujui adalah kasus dengan tersangka Risno Pirwandi alias Suang bin Sukuria dari Kejari Majene. Risno disangka melanggar pasal 335 ayat (1) KUHP tentang pengancaman, setelah menegur korban yang berulang kali menggeber gas sepeda motor hingga membuat anaknya ketakutan saat pawai obor di Majene.
“Proses perdamaian akhirnya berhasil dilakukan pada 12 Agustus 2025. Dengan adanya kesepakatan perdamaian, Kajari Majene mengajukan permohonan penghentian penuntutan melalui mekanisme restorative justice, hingga disetujui Jampidum,” kata Anang.
Selain kasus Risno, lanjut Anang, Jampidum juga menyetujui delapan perkara lain, di antaranya tersangka Elgi Mulyono dari Kejari Malinau, perkara penggelapan atau pencurian dalam keluarga. I Ongky Steven Love dan Arief dari Kejari Malinau, perkara pencurian dengan pemberatan. Robertus Kiwan Sina alias Robin dari Kejari Nunukan, perkara pencurian.
kasus lainnya, yakni tersangka Eko Prayogi alias Yogi dan M. Afrizal alias Feri dari Kejari Indragiri Hilir, perkara penadahan. Muhammad Dewi dari Kejari Aceh Timur, perkara perusakan. Sukron dan Trisnal alias Nal dari Kejari Belitung Timur, perkara penggelapan dalam jabatan dan Aswar Sugitra alias Aswar dari Kejari Sidrap, perkara perlindungan anak.
“Kepala Kejari yang bersangkutan diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) sesuai Peraturan Kejaksaan RI nomor 15 tahun 2020 dan surat edaran Jampidum nomor 01 tahun 2022,” ucapnya.
Menurut Anang, permohonan RJ dikabulkan dengan sejumlah pertimbangan yakni, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, tanpa paksaan, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman pidana yang dikenakan tidak lebih dari 5 tahun, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Selain itu, Anang menambahkan, pertimbangan lainnya adalah kedua pihak sepakat tidak melanjutkan ke persidangan karena dinilai tidak membawa manfaat lebih besar dan faktor sosiologis serta adanya respons positif dari masyarakat.
“JAM-Pidum menegaskan penerapan keadilan restoratif merupakan wujud kepastian hukum yang lebih humanis,” terangnya.
Anang menyatakan, RJ menjadi solusi penyelesaian perkara yang lebih bermanfaat, dengan mengutamakan musyawarah, pemulihan,dan perdamaian. ***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini