Jeratan Haji Plus Bodong: Jemaah Gagal Berangkat dan Dana Tak Kembali Penuh
KLIKWARTAKU — Kasus dugaan penipuan keberangkatan haji plus kembali terjadi. Tiga warga asal Kota Pontianak, yakni sepsang suami istri dan seorang warga lainnya menjadi korban. Mereka gagal berangkat ke tanah suci meski telah membayar uang keberangkatan hingga ratusan juta.
Melalui kuasa hukumnya, Dwi Permana Setyawan, mengatakan jika ketiga kliennya itu sudah resmi melaporkan dua orang terduga pelaku ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Barat atas dugaan Tindak Pidana Penipuan, Penggelapan, Pelanggaran Undang undang nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang undang Nomor 8 Tahun 2010.
“Laporan ketiga klien saya diterima penyidik pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Kami selaku kuasa hukum menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada jajaran Polda Kalimantan Barat, meskipun pada hari libur, tetap menunjukkan komitmen pelayanan hukum kepada masyarakat pencari keadilan,” kata Setyawan, Senin 4 Agustus 2025.
Setyawan mengungkapkan, ketiga kliennya menjadi korban oleh diduga kedua pelaku setelah dijanjikan keberangkatan Haji Plus 2024 melalui PT AF Tour dan Travel Jakarta, yang dipimpin oleh AJ alias JM dengan bantuan perwakilannya di Kalbar berinisial SUH alias HER. Melalui pertemuan resmi seperti di hotel Mercure, ketiga kliennya dibujuk untuk menyetor ratusan juta rupiah dengan janji keberangkatan yang ternyata tidak pernah terjadi.
“Klien saya yang pasangan suami istri mengaku menyetor dana sebesar Rp170 juta, sementara klien yang lainnya menyetorkan Rp115 juta. Mereka dijanjikan akan berangkat pada Juni 2024. Namun, keberangkatan dinyatakan gagal dengan alasan barcode dari Kementerian Agama tidak keluar, dalih yang kemudian terbukti tidak berdasar,” ucap Setyawan.
Setyawan mengungkapkan, fakta mencengangkan terungkap setelah dilakukan klarifikasi langsung ke Kementerian Agama, dimana nama ketiga kliennya tidak tercatat dalam Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT), tidak ada setoran BPIH Khusus ke rekening BPKH, PT AF ternyata tidak memiliki izin Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK), hanya memiliki izin PPIU (Umrah), permohonan izin PIHK baru diajukan pada Desember 2024 dan belum aktif dan Kemenag tidak menggunakan sistem barcode dalam pendaftaran haji.
“Sebagian dana memang sempat dikembalikan, namun jumlahnya tidak sebanding. Klien saya menderita kerugian materiil hingga ratusan juta rupiah, serta beban psikologis akibat gagal beribadah ke tanah suci,” ungkap Setyawan.
Setyawan menegaskan, bahwa perbuatan para terlapor merupakan kejahatan terstruktur dan serius yang memenuhi unsur pasal 120 dan 121 Undang undang nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juncto pasal 378 dan 372 KUHP, serta mengarah pada dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Undang undang nomor 8 tahun 2010.
“Saat ini, perkara pidana terhadap AJ telah disidangkan di Pengadilan Negeri Pontianak, sementara SUH alias HER sudah divonis tiga tahun enam bulan penjara,” ungkap Setyawan.
Setyawan meminta agar Kementerian Agama Kalimantan Barat agar tidak tinggal diam dengan kasus penipuan dan penggelapan dana calon jemaah haji plus.
“Jika benar ingin melindungi umat, maka kami minta Kemenag Kalbar segera mengumumkan secara terbuka pembukaan posko pengaduan korban penipuan haji plus, agar masyarakat lainnya yang belum berani melapor mendapat ruang dan pendampingan,” ujar Setyawan.
Setyawan yakin bahwa di bawah kepemimpinan Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kalimantan Barat yang baru, penanganan perkara tersebut akan dilakukan secara lebih optimal dan berkeadilan, guna memberikan perlindungan hukum yang menyeluruh kepada para korban serta memulihkan kerugian yang mereka alami melalui mekanisme restitusi, dengan mengedepankan langkah-langkah penyelidikan dan penyidikan yang cepat, profesional serta komprehensif.
“Ini merupakan preseden buruk. Bagaimana mungkin sebuah biro travel yang tidak memiliki izin resmi sebagai Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bisa secara terang-terangan menghimpun dana ratusan juta rupiah dari warga Kalimantan Barat tanpa pengawasan?” tegas Setyawan.
Setyawan mendesak agar kasus yang dalami kliennya segera dikembangkan secara tuntas dan transparan, hingga menyentuh semua pihak yang terlibat. Dan kasus tersebut harus menjadi alarm keras bagi seluruh elemen masyarakat dan pemerintah daerah tentang pentingnya pengawasan, akuntabilitas dan perlindungan hukum terhadap warga yang hendak menjalankan ibadah.
“Diperlukan sinergi antara aparat penegak hukum, Kementerian Agama, serta otoritas pengawasan keuangan untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang kembali di masa mendatang,” pungkasnya.
Sementara itu, etua Tim Umroh dan Haji Khusus Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kalimantan Barat, Erwindra, mengatakan selama ini pihaknya sudah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap travel-travel yang penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).
“Untuk kasus PIHK ini, kami sudah dipanggil penyidik Polda Kalbar untuk memberikan keterangan, dimana ada penyelenggara umroh yang mengaku bisa melaksanakan haji khusus,” kata Erwindra, ketika dikonformasi melalui sambungan telepon.
Erwindra menuturkan, untuk kasus dugaan penipuan keberangkatan haji khusus di Kalimantan Barat, sepengatahuannya tidak ada. Sementara untuk kasus yang terjadi di PT AF, bukahlah haji khusus melainkan haji percepatan. Dan khusus untuk kasus dugaan penipuan dan penggelapan dengan terlapornya PT AF, pihaknya belum menerima laporan dari jemaah.
“PT AF ini minta kami ada tidak jemaah-jemaah yang melapor ke Kemenag, tetapi saya sampaikan sampai dengan saat ini belum ada,” ucapnya.
Erwindra menyatakan, dari dulu sampai dengan sekarang telah meminta kepada pimpinan untuk membuka posko pengaduan karena itu penting untuk menerima pengaduan jemaah yang menjadi korban dugaan penipuan keberangkatan umroh dan haji plus.
“Dan dalam waktu dekat akan segera kami lakukan, akan kami buatkan spanduk dan posko pengaduannya,” kata Erwindra.
Erwindra menyatakan, jemaah seharusnya lebih cermat (jeli). Jika memang menjadi korban harus siap melapor.
“Kami ini kan sifatnya hanya menunggu. Saya tidak berani langsung ke jemaah karena memang sampai saat ini tidak ada yang melapor,” pungkasnya. ***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage