Jelang Hari Batik Nasional 2025, Industri Diminta Pacu Inovasi dan Genjot Pasar Global
KLIK WARTAKU – Industri batik Indonesia tak lagi sekadar penjaga tradisi, tapi telah berevolusi menjadi kekuatan ekonomi yang siap bersaing di panggung global.
Dengan lonjakan ekspor mencapai USD7,63 juta di triwulan pertama 2025, naik 76,2% dari tahun sebelumnya, batik menunjukkan bahwa warisan budaya ini menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar, sekaligus jadi bukti bahwa masa depan industri batik ada pada inovasi.
“Batik kini tak lagi hanya simbol upacara, tapi bagian dari identitas generasi muda. Ini momentum bagi industri untuk tumbuh bersama semangat zaman menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam peluncuran Hari Batik Nasional 2025 di Jakarta, Rabu (25/6).
Didukung oleh lebih dari 5.900 pelaku industri dan 200 sentra batik di 11 provinsi, industri batik tengah didorong untuk melakukan lompatan inovasi.
Pemerintah menggandeng Yayasan Batik Indonesia (YBI) untuk mempercepat transformasi teknologi—mulai dari digitalisasi desain, efisiensi energi, hingga otomasi proses produksi.
Langkah-langkah konkret telah diterapkan: dari mesin motif digital, pemanfaatan limbah sawit untuk malam batik, hingga katalog pewarna alam berbasis digital (NADIN). Bahkan beberapa pelaku usaha seperti IKM Batik Butimo telah merancang mesin CNC batik, dan startup Runsystem menyuplai sistem ERP yang menyambungkan manajemen rantai pasok secara real time.
Namun, Menperin menegaskan bahwa transformasi ini tidak boleh mengorbankan nilai-nilai tradisional. “Inovasi itu wajib, tapi jangan lupakan akar budaya. Kita ingin batik jadi industri yang ramah lingkungan, berkelanjutan, dan tetap menjunjung estetika tradisi,” tegasnya.
Sebagai bentuk konkret keberpihakan negara, Kemenperin mengangkat tema “Bangga Berbatik” dalam Gerakan Batik Nasional dan Hari Batik Nasional 2025, yang akan digelar pada 30 Juli–3 Agustus di Pasaraya Blok M, Jakarta. Perayaan ini bukan seremoni belaka, tapi langkah strategis mendorong batik sebagai lifestyle domestik dan komoditas ekspor unggulan.
Tahun ini, Batik Tulis Merawit Cirebon ditetapkan sebagai ikon GBN dan HBN 2025, menyusul pengakuan sebagai produk Indikasi Geografis ke-6 nasional dan pertama dari Kabupaten Cirebon. Dengan garis tipis tak putus berwarna kontras dan pola halus khas Trusmi, batik ini tak hanya menjadi lambang estetika, tapi juga alat diplomasi budaya dan ekonomi daerah.
Direktur Jenderal IKMA Reni Yanita menegaskan, sertifikat Indikasi Geografis itu penting untuk menjaga orisinalitas dan daya saing global. “Logo IG akan melekat di setiap produk Batik Merawit. Ini bukan cuma soal hak cipta, tapi jaminan kualitas dan kebanggaan daerah,” ujarnya.
Rangkaian HBN 2025 juga akan diisi dengan talkshow, pameran IKM batik di IKEA, workshop digitalisasi, pelatihan ISO, hingga pelatihan batik cap untuk pesantren. Program-program ini menyasar pelaku industri, pemula, hingga Gen-Z, yang kini menjadi target utama pasar batik domestik dan internasional.
Gita Pratama, Ketua Umum YBI, menambahkan bahwa keberlanjutan industri batik bukan semata soal teknologi, melainkan juga menjaga kesinambungan nilai dan keterlibatan generasi baru.
“Di sinilah GBN dan HBN mengambil peran: menjembatani transformasi dengan tradisi, agar batik tetap hidup, relevan, dan mendunia.”
Kemenperin berharap peringatan HBN 2025 menjadi katalis bagi lonjakan produktivitas, efisiensi, dan daya saing industri batik. Harapannya, batik tidak lagi dilihat sebagai simbol masa lalu, tapi sebagai kekuatan ekonomi masa depan—mewakili kreativitas, identitas, dan ketahanan industri nasional di era globalisasi.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage