Hubungan Uni Eropa dan China di Titik Kritis: Von der Leyen Desak Keseimbangan Dagang dan Sikap atas Rusia
KLIKWARTAKU — Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyampaikan bahwa hubungan antara Uni Eropa (UE) dan China kini berada di titik kritis. Hal tersebut ia ungkapkan saat menghadiri KTT satu hari di Beijing bersama Presiden Dewan Eropa António Costa dan Presiden China Xi Jinping.
“Seiring semakin dalamnya kerja sama kita, ketidakseimbangan pun turut membesar,” ujar von der Leyen, merujuk pada defisit perdagangan UE yang terus membengkak terhadap China. Ia juga menegaskan bahwa hubungan China dengan Rusia kini menjadi faktor penentu utama dalam relasi bilateral dengan Uni Eropa.
Sebagai tanggapan, Xi Jinping meminta agar kedua belah pihak mengelola perbedaan secara tepat dan menyatakan bahwa tantangan yang dihadapi Eropa saat ini bukan berasal dari China. Ia juga menegaskan pemutusan rantai pasokan dan kebijakan de-coupling hanya akan membawa negara-negara ke arah isolasi ekonomi.
Pertemuan ini berlangsung dalam suasana diplomatik yang tegang, dengan ekspektasi rendah dari kedua belah pihak. KTT bahkan dipersingkat menjadi satu hari atas permintaan Beijing. Namun, UE tetap menuntut solusi nyata atas isu-isu mendesak. Termasuk akses pasar, kelebihan kapasitas industri China, dan transparansi perdagangan.
Pada tahun lalu, UE mencatat defisit perdagangan sebesar €305,8 miliar dengan China — dua kali lipat dari sembilan tahun sebelumnya. UE juga mengeluhkan praktik subsidi dan overkapasitas industri China, khususnya di sektor kendaraan listrik.
Ketegangan semakin memuncak ketika China membalas tarif UE dengan bea masuk atas produk minuman keras asal Eropa, serta membatasi pembelian alat kesehatan dari Eropa. Selain itu, Beijing juga meningkatkan kendali ekspor atas mineral tanah jarang, yang dinilai UE sebagai senjata ekonomi strategis.
Von der Leyen juga menyoroti peran China dalam konflik Rusia-Ukraina. Ia menyatakan bahwa interaksi Beijing dengan “perang Putin” akan sangat menentukan arah hubungan ke depan. UE menekan China agar menggunakan pengaruhnya untuk menghentikan agresi Rusia.
Namun, laporan terbaru menyebut Menlu China Wang Yi menyatakan kepada perwakilan UE bahwa Beijing tidak ingin Rusia kalah dalam perang tersebut, sebuah pernyataan yang bertentangan dengan sikap netral resmi China.
UE baru-baru ini menjatuhkan sanksi pada dua bank China karena diduga terlibat mendukung logistik Rusia, yang memicu ketegangan menjelang KTT. Sebagai respons, Beijing melayangkan protes diplomatik keras kepada pejabat dagang UE.
Presiden Xi sebelumnya menolak undangan ke Brussel dan memilih menghadiri parade militer Rusia di Moskow pada Mei lalu — langkah yang semakin menambah kecurigaan strategis dari pihak Eropa.
Ketua Delegasi Parlemen Eropa untuk Hubungan China, Engin Eroglu, menyebut hubungan keduanya kini berada pada titik “kepercayaan yang rapuh dan suasana yang tegang, jika tidak bisa dibilang dingin.”
Meskipun begitu, baik China maupun UE masih menyuarakan komitmen untuk melanjutkan kerja sama jangka panjang yang saling menguntungkan.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage