Hormati Hari Raya Karo, Jalur Pendakian Gunung Semeru Ditutup Sementara 17–26 Agustus 2025
KLIWARTAKU – Jalur pendakian Gunung Semeru akan ditutup sementara mulai 17 hingga 26 Agustus 2025. Penutupan ini bukan disebabkan oleh faktor cuaca ekstrem atau aktivitas vulkanik, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap Hari Raya Karo, salah satu tradisi adat paling sakral bagi masyarakat Suku Tengger.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Rudijanta Tjahja Nugraha, menyampaikan bahwa keputusan ini diambil sebagai tindak lanjut atas permohonan resmi dari Pemerintah Desa Ranupani.
“Kami sangat menghargai tradisi dan kepercayaan masyarakat Tengger. Harapannya, para pendaki juga turut menunjukkan penghormatan yang sama,” ujar Rudijanta.
Bagi masyarakat adat Tengger, Gunung Semeru bukan hanya keindahan alam, tetapi juga simbol spiritual dan pusat kehidupan. Hari Raya Karo dirayakan setiap tahun sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan alam semesta. Dalam konteks ini, menjaga kesakralan gunung selama perayaan adat menjadi bagian dari warisan budaya yang terus dilestarikan.
Sesuai kebijakan Balai Besar TNBTS, seluruh aktivitas pendakian akan dihentikan pada 17 Agustus 2025 pukul 16.00 WIB. Pendaki yang sudah berada di jalur diwajibkan turun sebelum batas waktu tersebut. Jalur akan dibuka kembali pada 27 Agustus 2025.
Budayawan lokal, Yanti Astutik, menilai penutupan ini bukan sekadar keputusan administratif, melainkan momen penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kearifan lokal.
“Indonesia bukan hanya indah karena alamnya, tapi juga karena nilai-nilai luhur yang dipegang masyarakatnya. Hari Raya Karo mengingatkan kita bahwa melestarikan budaya adalah bagian dari menjaga jati diri bangsa,” kata Yanti.
Penutupan jalur pendakian Gunung Semeru menjadi contoh bahwa pariwisata dan pelestarian budaya dapat berjalan beriringan. Para pendaki diharapkan menjadikan momen ini sebagai refleksi—bahwa mencintai alam berarti juga menghormati budaya yang tumbuh di sekitarnya.
“Gunung Semeru akan tetap ada untuk ditapaki kembali. Tapi memberi ruang bagi masyarakat adat Tengger untuk menjalankan ritus sucinya, adalah bentuk pendakian batin yang jauh lebih bermakna,” pungkas Yanti.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage