FUUI: Polisi Harus Utamakan Keadilan Restoratif dalam Kasus Konflik Keagamaan di Sukabumi
KLIKWARTAKU – Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) mendesak aparat penegak hukum untuk tidak terburu-buru dalam menangani konflik keagamaan yang terjadi di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi. Ketua FUUI, KH Athian Ali M. Dai, meminta agar pendekatan restorative justice diutamakan dalam penyelesaian kasus ini.
KH Athian juga menyoroti kelambanan pemerintah dalam merespons laporan masyarakat yang sudah disampaikan jauh sebelum insiden terjadi.
Konflik ini bermula pada 28 Juni 2025, di mana terjadi perusakan rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh kelompok keagamaan tertentu. FUUI menilai akar masalah terletak pada pelanggaran terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) 2 Menteri yang mengatur pendirian rumah ibadah.
“Seandainya aturan ini ditegakkan sejak awal, benturan ini pasti bisa dihindari,” ujar KH Athian. Menurutnya, meskipun warga setempat telah mengajukan keberatan sejak lama, tidak ada langkah nyata dari pemerintah.
FUUI mengungkapkan bahwa warga sudah melaporkan aktivitas ibadah tersebut kepada perangkat desa, RT, dan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) sejak April 2025. Bahkan, sudah ada peringatan dari aparat desa, namun tidak diindahkan oleh pihak terkait.
“Warga tidak langsung bertindak anarkis. Mereka berulang kali melaporkan dan berharap ada penyelesaian yang damai,” kata KH Athian.
Ia menilai lambannya respons dari pemerintah memperburuk keadaan, dan berujung pada konflik yang lebih besar. “Jika laporan ditindaklanjuti sejak awal, kejadian ini tidak akan berkembang seperti sekarang,” tambahnya.
FUUI mendesak agar pendekatan restorative justice diterapkan, bukan hanya memberikan sanksi hukum semata. Menurutnya, warga yang terlibat bukanlah pelaku kriminal, melainkan pihak yang merasa tidak diperhatikan oleh sistem.
“Warga bukan penjahat. Mereka adalah korban dari sistem yang lamban dan tidak responsif,” tegas KH Athian.
FUUI juga berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi pemerintah agar lebih peka terhadap potensi konflik keagamaan yang dapat berkembang di masyarakat.
Menanggapi wacana revisi SKB 2 Menteri, FUUI menyatakan bahwa aturan ini bersifat universal dan berlaku untuk semua agama tanpa kecuali. KH Athian menegaskan, aturan ini diperlukan untuk menjaga ketertiban sosial dan mencegah benturan antar umat beragama.
“Tidak hanya umat Islam, di daerah seperti NTT atau Papua, umat Islam juga tidak bisa sembarangan mendirikan masjid tanpa izin resmi. Ini masalah kepatuhan terhadap aturan, bukan soal mayoritas atau minoritas,” jelas KH Athian.
FUUI mengingatkan bahwa SKB 2 Menteri memiliki peran penting dalam mencegah konflik horizontal di masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada kerja sama yang baik antara pemerintah, aparat, dan tokoh masyarakat dalam menangani masalah ini dengan cara yang bijaksana.
“Kami tidak membenarkan tindakan perusakan. Namun, kami juga tidak dapat membenarkan jika negara membiarkan rakyat merasa tidak didengar,” tutup KH Athian.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage