klikwartaku.com
Beranda Nasional Fadli Zon: Penulisan Sejarah Mei 1998 Harus Berdasarkan Fakta, Bukan Asumsi

Fadli Zon: Penulisan Sejarah Mei 1998 Harus Berdasarkan Fakta, Bukan Asumsi

Fadli Zon

KLIKWARTAKU – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan pentingnya kehati-hatian dan ketelitian dalam penulisan sejarah, terutama terkait peristiwa besar seperti kerusuhan 13–14 Mei 1998. Penegasan ini disampaikannya menyusul kembali mencuatnya perdebatan mengenai penggunaan istilah “perkosaan massal” dalam narasi sejarah reformasi.

“Berbagai bentuk kekerasan memang terjadi saat itu, termasuk kekerasan seksual. Namun istilah ‘perkosaan massal’ perlu dikaji dengan hati-hati karena data faktualnya tidak pernah konklusif,” kata Fadli.

Fadli menekankan, penulisan sejarah harus mengacu pada fakta yang terverifikasi, bukan opini atau narasi yang belum didukung bukti akademik dan hukum yang kuat.

Fadli menolak anggapan bahwa klarifikasi terminologi berarti mengabaikan penderitaan korban.

“Segala bentuk kekerasan seksual adalah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan paling dasar. Tapi kita juga tidak boleh membangun sejarah berdasarkan asumsi. Ini menyangkut kehormatan bangsa,” tegasnya.

Ia juga merujuk pada laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998, yang menurutnya tidak memuat data lengkap dan spesifik mengenai jumlah korban, lokasi kejadian, maupun pelaku yang bisa menguatkan klaim adanya pola kekerasan seksual yang sistematis.

Menanggapi kritik bahwa narasi perempuan dihapus dari sejarah, Fadli membantah dan menegaskan bahwa justru peran perempuan diperkuat dalam naskah buku Sejarah Indonesia yang tengah disusun Kementerian Kebudayaan.

Beberapa tema yang telah dimasukkan antara lain sejarah organisasi perempuan di era Kebangkitan Nasional, peran perempuan dalam diplomasi dan perjuangan militer, isu kekerasan dalam rumah tangga, dan pemberdayaan perempuan dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs)

“Perempuan tidak dihapus dari sejarah, justru diperkuat. Kontribusi mereka sangat besar dalam perjalanan bangsa ini,” ujarnya.

Fadli menekankan bahwa sejarah tidak boleh ditulis secara sepihak. Ia mengajak publik, khususnya komunitas perempuan dan akademisi, untuk ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan sejarah melalui forum diskusi terbuka yang akan segera digelar.

“Sejarah bukan milik penguasa atau satu kelompok. Sejarah adalah milik bersama dan harus ditulis bersama, dengan tanggung jawab dan empati,” tandas mantan anggota DPR RI tersebut.

Kementerian Kebudayaan berencana membuka ruang dialog publik sebagai bagian dari finalisasi penulisan buku sejarah nasional terbaru. Forum ini diharapkan menjadi tempat bertukar gagasan dan mengakomodasi pengalaman kolektif masyarakat.

“Menulis sejarah bukan soal menutup luka, tapi memastikan tiap bab ditulis berdasarkan fakta. Sejarah adalah tanggung jawab kita hari ini demi masa depan,” tutup Fadli Zon.

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan