Empat Tahun Berlalu, Tumpahan Limbah Kapal Kargo di Sri Lanka Masih Tinggalkan Jejak Beracun
KLIKWARTAKU — Empat tahun berlalu sejak kapal kargo X-Press Pearl terbakar dan tenggelam di perairan Sri Lanka, namun dampaknya terhadap lingkungan laut masih terasa kuat hingga kini. Ratusan relawan masih menyisir pantai-pantai Sri Lanka, membersihkan sisa nurdles (butiran mikroplastik mentah) yang menyusup ke dalam pasir dan laut.
Bencana Plastik Terbesar di Dunia
Peristiwa yang terjadi pada Mei 2021 itu dianggap sebagai tumpahan plastik terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah dunia. Selain miliaran nurdles, kapal juga menumpahkan bahan-bahan berbahaya seperti bahan bakar, asam nitrat, soda kaustik, baterai lithium, dan resin epoksi, semuanya beracun bagi kehidupan laut.
“Awalnya pantai seperti diselimuti salju putih,” kata Muditha Katuwawala, pendiri LSM lingkungan Pearl Protectors. “Laut memuntahkan kura-kura dan lumba-lumba mati dengan kulit mengelupas dan mata membengkak.”
Dampak Lingkungan yang Meningkat
Meskipun jutaan nurdles telah dibersihkan, penelitian terbaru menunjukkan butiran mikroplastik tersebut kini menyerap lebih banyak racun dari laut, seperti arsenik, timbal, kadmium, dan logam berat lain.
“Nurdles ini bertindak seperti spons kimia berbahaya,” ungkap Dr. David Megson dari Manchester Metropolitan University.
Sampel ikan yang ditangkap dari wilayah terdampak ditemukan mengandung logam berat dalam tingkat yang melebihi ambang batas aman, memperkuat kekhawatiran bahwa racun dari tumpahan kapal memasuki rantai makanan laut.
Nelayan Kehilangan Harapan
Bagi nelayan seperti Jude Sulanta, kerusakan lingkungan telah menghancurkan mata pencaharian mereka.
“Sejak kejadian itu, jumlah ikan terus menurun. Kami tidak pernah lagi mendapatkan tangkapan seperti dulu,” ujar Sulanta yang kini mempertimbangkan menjual perahunya.
Perselisihan Ganti Rugi
Pemilik kapal, X-Press Feeders Ltd, mengklaim telah menghabiskan lebih dari $130 juta untuk membersihkan reruntuhan dan membayar lebih dari $20 juta ke pemerintah Sri Lanka untuk biaya pembersihan dan kompensasi nelayan.
Namun pemerintah Sri Lanka menilai jumlah tersebut tidak cukup untuk menutup kerusakan jangka panjang. Mahkamah Agung Sri Lanka bahkan memerintahkan pembayaran awal sebesar $1 miliar, meski putusan itu terbatas karena yurisdiksi hukum tidak mencakup Singapura, tempat perusahaan kapal berkantor pusat.
Estimasi Kerusakan Lebih dari $6 Miliar
Profesor Prasanthi Gunawardena, ekonom lingkungan dari Universitas Sri Jayawardenapura, menyatakan bahwa kerugian total akibat bencana ini mencapai lebih dari $6 miliar, termasuk hilangnya satwa liar, penurunan sektor pariwisata dan perikanan, serta dampak kesehatan dari awan toksik yang dihasilkan kebakaran kapal.
“Zat karsinogenik seperti dioksin dan furan telah menyebar ke atmosfer. Kami perkirakan, setidaknya 70 kematian mungkin terjadi akibat paparan ini,” tegasnya.
Namun, pemilik kapal membantah laporan tersebut, menyebutnya tidak akurat dan tanpa dasar ilmiah yang kredibel.
Masa Depan Laut Sri Lanka Dipertaruhkan
Dengan ekosistem laut sebagai sumber utama pangan, penghidupan, dan pariwisata bagi jutaan warga Sri Lanka, dampak dari tragedi X-Press Pearl menjadi peringatan serius tentang konsekuensi global dari kelalaian industri perkapalan.
“Kami masih menunggu keadilan. Sudah bertahun-tahun, dan kami merasa dilupakan,” tutup Sulanta.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage