Ekonomi China Tumbuh 5,2 Persen Meski Diterpa Tarif Trump dan Krisis Properti
KLIKWARTAKU — Di tengah bayang-bayang perang dagang dengan Amerika Serikat dan krisis properti yang belum mereda, ekonomi China justru menunjukkan ketangguhan. Data terbaru menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) China tumbuh 5,2 persen pada kuartal kedua 2025, melampaui proyeksi ekonom yang memperkirakan angka 5,1 persen.
Pertumbuhan ini terjadi meski ada tekanan kuat dari tarif tinggi yang diberlakukan oleh mantan Presiden AS Donald Trump, serta turunnya harga properti yang mencapai laju penurunan tercepat dalam delapan bulan terakhir.
Biro Statistik Nasional China menyatakan bahwa ekonomi negara itu mampu bertahan dari tekanan dan mencatat kemajuan stabil meskipun menghadapi tantangan eksternal dan domestik.
Kontribusi terbesar berasal dari sektor manufaktur, yang tumbuh 6,4 persen berkat permintaan tinggi terhadap perangkat cetak 3D, kendaraan listrik, dan robot industri. Sektor jasa juga ikut menopang pertumbuhan, khususnya transportasi, keuangan, dan teknologi.
Namun, penjualan ritel pada bulan Juni hanya tumbuh 4,8 persen dibanding tahun lalu, menurun dari 6,4 persen pada Mei. Ini menjadi indikator bahwa konsumsi domestik masih lesu.
Di sisi lain, pasar properti terus melemah. Harga rumah baru di bulan Juni tercatat turun dengan kecepatan bulanan tercepat dalam delapan bulan terakhir, menandakan sektor ini masih kesulitan meskipun sudah ada berbagai kebijakan dukungan.
Menurut ekonom Gu Qingyang dari National University of Singapore, banyak pelaku ekspor yang mempercepat pengiriman barang sebelum tarif tambahan diberlakukan, sehingga turut mendongkrak angka pertumbuhan.
“Ekonomi China masih sangat tangguh, meski banyak yang menduga dampak tarif akan lebih besar,” ujar Gu. Namun ia memperingatkan bahwa paruh kedua tahun ini akan lebih penuh ketidakpastian.
Karena itu, stimulus pemerintah yang lebih kuat mungkin diperlukan. Meski demikian, target pertumbuhan tahunan sebesar 5 persen dinilai masih sangat mungkin tercapai.
Namun, sebagian analis tetap skeptis. Dan Wang, direktur untuk China dari Eurasia Group, menyatakan bahwa meski target 5 persen bisa meleset, “Pemerintah China diyakini tidak akan membiarkan pertumbuhan turun di bawah 4 persen, yang merupakan batas minimum secara politik.”
Tarif antara China dan AS sempat mencapai puncaknya, dengan Washington memberlakukan tarif hingga 145 persen atas produk China, dan Beijing membalas dengan tarif 125 persen terhadap barang-barang AS.
Saat ini, kedua negara tengah menjalani masa negosiasi di Jenewa dan London, dengan tenggat waktu hingga 12 Agustus 2025 untuk mencapai kesepakatan dagang jangka panjang.
Tarif tinggi juga tidak hanya menyasar China. Negara-negara dengan hubungan ekonomi erat dengan Beijing juga terkena imbas kebijakan dagang proteksionis dari Washington.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage