Dari Kapuas Hulu ke Layar Digital: Kisah Inspiratif Anak Iban
KLIKWARTAKU — Kisah masyarakat adat Iban dari pedalaman Kalimantan Barat kini semakin terdengar. Lewat film dokumenter dan media sosial, generasi muda Iban berupaya menunjukkan identitas sekaligus menjaga kearifan lokal yang berpihak pada alam.
Dalam forum Kolase Jurnalis Camp 2025 di Pontianak, sutradara muda Kynan Tegar dan kreator konten Paskalia Wandira berbagi pengalaman mereka sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya sekaligus menyuarakan isu lingkungan.
Sutradara film dokumenter Indai Apai Darah dan Earth Defender, Kynan Tegar, mengaku awalnya termotivasi membuat film karena tidak pernah melihat orang Iban hadir di layar kaca.
“Saya sejak kecil banyak menonton siaran televisi, tapi tidak pernah melihat orang-orang Iban. Karena itu saya mulai membuat film, agar cerita-cerita kami bisa disampaikan dari perspektif kami sendiri,” kata Kynan, Jumat malam 22 Agustus 2025.
Bagi Kynan, masyarakat adat bukan sekadar konsep, melainkan komunitas nyata dengan filosofi hidup yang selaras dengan alam.
“Menjadi masyarakat adat bukan karena kami tidak punya sinyal atau listrik. Yang penting adalah hubungan timbal balik dengan alam tetap dijaga,” ucapnya.
Berbeda jalur, Paskalia Wandira memilih media sosial sebagai ruang ekspresi. Sejak 2019, ia mengunggah konten tentang keseharian masyarakat Iban lewat kanal YouTube, lalu beralih ke Instagram karena lebih dekat dengan generasi muda.
“Tujuan saya membuat konten adalah agar orang tahu budaya dan tradisi kami. Saya ingin anak-anak muda sadar bahwa kita punya kekayaan budaya yang harus dilestarikan,” kata Paskalia.
Paskalia mencontohkan tradisi tenun di kampungnya, Kaposuru, yang sarat makna dan terinspirasi dari alam. Namun keterbatasan infrastruktur masih jadi tantangan.
“Di kampung saya tidak ada sinyal internet. Kalau mau unggah konten, saya harus jalan jauh keluar kampung,” ceritanya.
Aktivis Lingkungan, dari Yayasan Kolase, Daeng Rizal, menilai karya anak muda Iban bukti kuat bahwa pendekatan digital bisa menyuarakan isu penting.
“Filosofi hidup masyarakat Iban, bahwa sungai adalah darah, tanah adalah daging, udara adalah napas, dan hutan adalah ibu, kini dibawa ke publik melalui media digital. Ini yang jarang kita temui di kota,” ucap Daeng.
Menurutnya, jurnalis perlu berkolaborasi karena tantangan saat ini bukan lagi intimidasi fisik, melainkan narasi positif perusahaan yang kerap menutupi kerusakan lingkungan.
Partnership Manager Ashoka, Cornila Desyana, mengatakan karya Kynan dan Paskalia menginspirasi generasi lain. “Cerita mereka menunjukkan menjaga budaya dan lingkungan bisa dilakukan dengan cara kreatif melalui film dan media sosial,” katanya.
Cornilia menilai, Kynan menekankan pesan utama filmnya yakni krisis iklim adalah akibat manusia melupakan keseimbangan dengan alam. “Kalau kita mengambil sesuatu dari hutan, kita harus memberi balik. Krisis iklim hari ini adalah akibat dosa kita kepada alam,” tukasnya.
Kolase Jurnalis Camp 2025, para peserta sepakat bahwa media, film, dan konten digital adalah sarana penting memperkuat kesadaran publik akan isu lingkungan dan kearifan lokal.
“Keragaman hayati adalah kekuatan kita bersama. Dan peran media, terutama yang digerakkan anak muda, menjadi kunci menjaga warisan tersebut,” pungkas Cornila.***
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini