klikwartaku.com
Beranda Internasional Bos Microsoft Peringatkan Maraknya Kasus “AI Psikosis”, Ancaman Baru di Era Kecerdasan Buatan

Bos Microsoft Peringatkan Maraknya Kasus “AI Psikosis”, Ancaman Baru di Era Kecerdasan Buatan

Ilustrasi Mustafa Suleyman, Kepala AI Microsoft, mengungkapkan kekhawatiran soal meningkatnya laporan “AI psikosis”, kondisi ketika pengguna chatbot AI seperti ChatGPT meyakini hal-hal imajiner sebagai kenyataan.

KLIKWARTAKU — Kepala divisi kecerdasan buatan (AI) Microsoft, Mustafa Suleyman, menyuarakan keprihatinannya terkait fenomena baru yang disebut “AI psikosis”. Istilah ini merujuk pada kondisi ketika pengguna AI (seperti ChatGPT, Claude, atau Grok) terlalu bergantung pada chatbot hingga percaya pada sesuatu yang sebenarnya tidak nyata.

“Tidak ada bukti bahwa AI saat ini memiliki kesadaran. Namun, jika orang menganggap AI seolah sadar, persepsi itu bisa menjadi kenyataan bagi mereka,” tulis Suleyman di platform X.

Kasus nyata salah satunya dialami seorang pria di Skotlandia, Hugh, yang meyakini dirinya akan menjadi miliarder berkat saran dari chatbot. Semakin banyak informasi ia berikan, semakin chatbot tersebut memperkuat keyakinannya. Akhirnya Hugh mengalami gangguan mental serius hingga kehilangan pegangan pada realitas.

Fenomena ini juga mencakup kasus lain, seperti pengguna yang percaya bahwa chatbot jatuh cinta padanya, atau meyakini telah membuka “rahasia tersembunyi” dalam sistem AI. Sebagian bahkan mengaku mendapat perlakuan seolah sedang diuji dalam eksperimen rahasia.

Para ahli memperingatkan bahwa dampak psikologis penggunaan AI bisa menjadi masalah serius. Dr. Susan Shelmerdine, dokter di Great Ormond Street Hospital, menilai penggunaan AI berlebihan bisa menciptakan “banjir pikiran ultra-proses” layaknya dampak makanan ultra-proses terhadap tubuh.

Sebuah survei terbaru menunjukkan, 20 persen responden menilai penggunaan AI sebaiknya dilarang bagi anak di bawah 18 tahun. Sementara, lebih dari 57 persen tidak setuju jika teknologi AI menampilkan diri sebagai manusia sungguhan.

“AI tidak memiliki rasa, tidak bisa mencintai, tidak pernah merasakan sakit atau malu. Walau terdengar meyakinkan, itu hanyalah simulasi,” tegas Prof. Andrew McStay dari Bangor University.

Fenomena “AI psikosis” ini disebut sebagai tantangan baru di era digital, mengingat AI kini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Para pakar menekankan pentingnya menjaga koneksi dengan dunia nyata dan selalu memvalidasi informasi dengan orang sungguhan.***

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan