Bondan dan Joss, Dua Orangutan Betina Kembali ke Hutan Betung Kerihun
KLIKWARTAKU — Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS), didukung Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang (YPOS) melepasliarkan dua individu orangutan (Pongo pygmaeus) hasil rehabilitasi di Blok Sungai Jepala Lala, Sub DAS Mendalam, wilayah Taman Nasional Betung Kerihun, Kamis 3 Juli 2025.
Kedua orangutan betina bernama Bondan (7) dan Joss (7) tersebut sebelumnya diselamatkan petugas BKSDA Kalbar dalam kondisi memprihatinkan. Bondan diselamatkan pada Maret 2022 di Desa Bernayau, Sintang dalam keadaan malnutrisi dan terinfeksi cacing. Sementara Joss diselamatkan pada Juli 2019 di Desa Nanga Kasai, Melawi, dalam usia sangat muda dengan kondisi tulang lengan kanan yang pernah patah.
Setelah menjalani proses rehabilitasi di Sekolah Hutan Jerora YPOS untuk memulihkan kemampuan bertahan hidup alami, keduanya dinyatakan siap untuk kembali ke habitatnya.
“Kini mereka telah sehat, memiliki kemampuan lokomosi yang baik, mengenal berbagai jenis pakan alami, serta mampu membuat sarang. Mereka siap kembali ke hutan,” kata Kepala BKSDA Kalbar, Murlan Dameria Pane, kemarin.
Murlan menuturkan, perjalanan pelepasliaran tersebut cukup panjang. Tim berangkat dari Sekolah Hutan Jerora Sintang menuju Putussibau selama delapan jam dengan kendaraan roda empat, dilanjutkan perjalanan air menggunakan longboat selama tiga jam hingga tiba di Stasiun Pelepasliaran Mentibat. Keduanya kemudian menjalani masa habituasi semalam untuk meminimalkan stres sebelum dilepasliarkan.
“Pelepasliaran ini bukan sekadar memulangkan orangutan ke hutan, tetapi menunjukkan komitmen dan keseriusan tim dalam menjaga kelestarian satwa liar,” ucapnya.
Murlan mengungkapkan, kegiatan pelepasliaran individu orangutan sampai dengan saat ini sudah 16 kali sejak 2017, dengan total 36 individu orangutan yang telah dilepasliarkan, termasuk satu hasil translokasi.
Sementara itu, Kepala BBTNBKDS, Sadtata Noor Adirahmanta, menjelaskan pentingnya pendekatan konservasi inklusif dan kolaboratif.
“Konservasi tidak bisa eksklusif. Masyarakat harus dilibatkan sebagai bagian dari solusi, bukan hanya penonton,” jelasnya.
Menurut Sadtata, pelibatan masyarakat terlihat dalam kegiatan dengan kehadiran tokoh adat, kader konservasi BBTNBKDS, guru volunteer Nanga Hovat, dan mahasiswa magang. Temenggung Kayan Mendalam, Banediktus Himaang, mengajak masyarakat menjaga keselamatan orangutan di kawasan DAS Mendalam.
Kader Konservasi, Hernawati Tipung, mengaku terinspirasi dengan kegiatan tersebut.
“Saya akhirnya sadar bahwa menjaga orangutan berarti menjaga masa depan kami,” ucapnya.
Ke depan, kedua orangutan akan dipantau secara intensif mulai aktivitas harian orangutan sejak bangun di sarangnya (nest) pada pagi hari hingga kembali membuat sarang untuk tidur (nest) pada sore atau malam hari , selama tiga bulan untuk memastikan adaptasi mereka di habitat barunya berjalan optimal.
Pelepasliaran itu diharapkan menjadi pengingat bahwa menyelamatkan orangutan bukan sekadar memindahkan mereka ke hutan, tetapi membangun kesadaran kolektif dan semangat gotong royong dalam menjaga warisan alam Indonesia. **
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage