Pelemahan ini dipengaruhi oleh sikap hati-hati perbankan dan meningkatnya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tumbuh 6,96% (yoy).
Bank cenderung memperketat standar penyaluran kredit dan mengalihkan penempatan ke surat berharga. Dari sisi permintaan, aktivitas ekonomi juga perlu terus digenjot agar serapan kredit meningkat.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi tumbuh 12,53%, konsumsi 8,49%, dan modal kerja 4,45%. Namun, kredit untuk UMKM masih tumbuh rendah di angka 2,18%.
BI menekankan pentingnya peningkatan pembiayaan sektor prioritas seperti perdagangan, pertanian, dan jasa dunia usaha.
Untuk mendukung ekspansi kredit, BI mengimplementasikan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dengan total insentif mencapai Rp376 triliun hingga awal Juli 2025.
Insentif ini disalurkan kepada bank-bank BUMN, swasta nasional, BPD, dan KCBA, serta diarahkan ke sektor-sektor strategis seperti pertanian, perumahan rakyat, manufaktur, UMKM, dan ekonomi hijau.
Meski pertumbuhan kredit melambat, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga. Rasio kecukupan modal (CAR) perbankan sebesar 25,48%, rasio likuiditas AL/DPK sebesar 27,05%, dan NPL tetap rendah di 2,29% (bruto) dan 0,85% (neto). Hasil uji ketahanan (stress test) juga menunjukkan perbankan tetap resilien terhadap tekanan ekonomi.
Ke depan, BI memperkirakan kredit perbankan akan tumbuh dalam kisaran 8–11% di 2025, dengan dukungan penguatan koordinasi bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional.