AS Tinjau Kembali Pakta Kapal Selam AUKUS sebagai Bagian dari Agenda ‘America First’
KLIKWARTAKU – Pemerintah Amerika Serikat sedang meninjau kembali kesepakatan miliaran dolar dalam pakta kapal selam nuklir AUKUS dengan Inggris dan Australia, dengan menyatakan bahwa perjanjian keamanan ini harus sesuai dengan agenda “America First” (Amerika Didahulukan).
Dalam pakta trilateral yang diyakini bertujuan menghadapi pengaruh China, Australia dijadwalkan akan menerima kapal selam bertenaga nuklir pertamanya dari AS. Setelah itu, ketiga negara sekutu ini akan bekerja sama membangun armada baru dengan berbagi teknologi pertahanan tercanggih.
Baik Australia maupun Inggris (yang telah melakukan peninjauan ulang sendiri tahun lalu) meremehkan laporan peninjauan ulang dari pihak AS, menyebut hal itu sebagai hal yang wajar dilakukan oleh pemerintahan baru.
Langkah ini muncul di tengah tekanan dari Gedung Putih kepada Australia dan Inggris untuk meningkatkan anggaran pertahanan mereka. Downing Street telah merespons tuntutan tersebut, sementara Canberra sebagian besar masih menolak.
Perjanjian AUKUS senilai £176 miliar (sekitar US$239 miliar atau A$368 miliar) ditandatangani pada tahun 2021, saat ketiga negara masih dipimpin oleh pemimpin yang berbeda dari saat ini.
Seorang pejabat Departemen Pertahanan AS mengatakan bahwa pakta ini sedang ditinjau sebagai bagian dari upaya memastikan inisiatif pemerintahan sebelumnya selaras dengan agenda America First dari Presiden.
“Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth telah menyatakan bahwa ini berarti memastikan kesiapan tertinggi dari para personel militer kami, serta memastikan bahwa sekutu kami benar-benar berkontribusi dalam pertahanan kolektif,” ujar pejabat tersebut.
AS kini mendesak para sekutu untuk mengalokasikan setidaknya 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) mereka untuk anggaran pertahanan. Inggris telah menyatakan komitmennya untuk mencapai 2,5 persen dari PDB pada tahun 2028 dan menargetkan 3 persen di masa pemerintahan berikutnya. Australia juga berjanji untuk meningkatkan anggaran pertahanan, tetapi belum menyetujui target 3,5 persen seperti yang diharapkan AS.
Tinjauan ulang ini akan dipimpin oleh Elbridge Colby, yang sebelumnya dikenal sebagai pengkritik AUKUS. Dalam pidatonya tahun lalu, ia mempertanyakan mengapa AS rela membagikan “aset permata mahkota” pertahanannya saat negara itu sedang sangat membutuhkannya.
Menteri Pertahanan Australia, Richard Marles, dalam wawancara dengan media lokal pada Kamis lalu, menyatakan keyakinannya bahwa kesepakatan tersebut akan tetap berjalan. “Saya sangat yakin ini akan terlaksana,” ujarnya. “Lihat saja peta untuk memahami bahwa Australia memang membutuhkan kemampuan kapal selam jarak jauh.”
Beberapa pihak di Australia menyerukan agar negara tersebut mengembangkan strategi pertahanan yang lebih mandiri. Namun Marles menekankan pentingnya tetap pada rencana, mengacu pada keputusan kontroversial pemerintah sebelumnya yang membatalkan kesepakatan kapal selam dengan Prancis demi bergabung dalam AUKUS.
Juru bicara pemerintah Australia mengatakan adalah hal yang alami bagi pemerintahan baru untuk meninjau perjanjian ini, seraya menambahkan bahwa Inggris juga baru saja menyelesaikan peninjauan terhadap pakta keamanan tersebut.
Mereka menegaskan bahwa ada dukungan yang jelas dan konsisten terhadap kesepakatan ini di seluruh spektrum politik AS, dan Australia berharap dapat melanjutkan kerja sama erat dengan Pemerintahan Trump dalam proyek bersejarah ini.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris juga mengatakan bahwa wajar bagi pemerintahan baru untuk meninjau kembali kesepakatan, seperti yang dilakukan Inggris tahun lalu.
“AUKUS adalah kemitraan keamanan dan pertahanan penting dengan dua sekutu terdekat kami,” ujarnya. “Ini adalah salah satu kemitraan strategis paling signifikan dalam beberapa dekade terakhir, yang mendukung perdamaian dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik dan Euro-Atlantik.”
Jennifer Kavanagh dari lembaga kajian Defense Priorities di AS mengatakan bahwa AS benar untuk kembali meninjau kesepakatan ini karena kapasitas kapal selam mereka sendiri saat ini sudah sangat terbatas. “AS bahkan belum mampu memenuhi permintaan internalnya sendiri untuk kapal selam bertenaga nuklir,” kata Kavanagh.
Ia juga menyoroti kekhawatiran apakah Australia akan menggunakan kapal selam tersebut sesuai kepentingan AS, khususnya jika terjadi konflik di Taiwan. Menurut Kavanagh, tinjauan ini mungkin akan mengalihkan fokus pakta keamanan tersebut dari sekadar penyediaan kapal selam menjadi pembagian teknologi senjata jarak jauh lainnya.
Namun, jika AS memutuskan untuk mundur dari kesepakatan, hal itu akan “dirayakan” oleh China, yang sejak awal telah mengkritik keras perjanjian ini. Sedangkan bagi Australia, perjanjian ini merupakan peningkatan besar dalam kemampuan militernya. Negara ini menjadi yang kedua setelah Inggris yang mendapatkan akses terhadap teknologi penggerak nuklir milik AS yang sangat eksklusif.
Kapal selam bertenaga nuklir ini dapat beroperasi lebih jauh dan lebih cepat dibandingkan armada diesel yang dimiliki Australia saat ini. Australia juga akan memiliki kemampuan untuk melakukan serangan jarak jauh untuk pertama kalinya. Berbagi teknologi ini dianggap sebagai salah satu langkah paling strategis yang dilakukan AS dan Inggris demi menjaga stabilitas di kawasan yang secara geografis bukan wilayah mereka.
Mulai tahun 2027, kesepakatan ini memungkinkan AS dan Inggris untuk menempatkan sejumlah kapal selam nuklir di Perth, Australia Barat. Australia juga akan membeli tiga kapal selam kelas Virginia bekas dari AS pada awal 2030-an, dengan opsi untuk membeli dua lagi.
Setelah itu, rencananya adalah untuk merancang dan membangun model kapal selam nuklir baru khusus bagi angkatan laut Inggris dan Australia. Kapal selam ini akan dirancang di Inggris dan dibangun di Inggris serta Australia, menggunakan teknologi dari ketiga negara anggota AUKUS.
Aliansi keamanan ini telah berulang kali dikecam oleh China, yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut dapat memicu perlombaan senjata di kawasan.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage