klikwartaku.com
Beranda Internasional AS Kirim Usulan Perjanjian Nuklir ke Iran

AS Kirim Usulan Perjanjian Nuklir ke Iran

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga nuklir

KLIKWARTAKU – Amerika Serikat telah mengirimkan sebuah usulan perjanjian nuklir kepada Iran, demikian dikonfirmasi oleh Gedung Putih pada Sabtu, 31 Mei 2025. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengatakan bahwa ia telah menerima unsur-unsur usulan AS melalui rekannya dari Oman, Badr Albusaidi, selama kunjungan singkat ke ibu kota Iran.

Langkah ini terjadi setelah sebuah laporan dari badan pengawas nuklir PBB menyatakan Iran kembali meningkatkan produksi uranium yang diperkaya, komponen utama dalam pembuatan senjata nuklir.

Juru bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, mengatakan pada hari Sabtu bahwa menerima usulan tersebut adalah kepentingan terbaik bagi Teheran. Sebab dia mengingatkan, Presiden Trump telah dengan jelas menyatakan bahwa Iran tidak boleh memiliki bom nuklir.

Leavitt menyebutkan bahwa sebuah proposal yang terperinci dan dapat diterima telah dikirimkan kepada Iran oleh utusan khusus Presiden Donald Trump, Steve Witkoff. Usulan AS tersebut, menurut Araghchi di platform X (sebelumnya Twitter), akan ditanggapi secara tepat sesuai dengan prinsip, kepentingan nasional, dan hak-hak rakyat Iran.

Meski rincian lengkap dari usulan tersebut belum diungkapkan secara jelas, namun usulan ini muncul dari laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Menunjukkan bahwa Iran kini memiliki lebih dari 400 kg uranium yang diperkaya hingga 60 persen, mendekati tingkat kemurnian 90 persen yang dibutuhkan untuk uranium tingkat senjata.

Tingkat ini jauh melampaui kemurnian yang dibutuhkan untuk tujuan sipil seperti pembangkit listrik tenaga nuklir dan riset. Jumlah uranium tersebut cukup untuk sekitar 10 senjata nuklir jika dimurnikan lebih lanjut, menjadikan Iran satu-satunya negara non-nuklir yang memproduksi uranium pada tingkat tersebut.

Laporan ini membuka jalan bagi AS, Inggris, Prancis, dan Jerman untuk mendorong Dewan Gubernur IAEA menyatakan bahwa Iran telah melanggar kewajiban non-proliferasi nuklirnya. Namun Iran bersikeras bahwa program nuklirnya bertujuan damai. Pada hari Sabtu kemarin, media pemerintah Iran menyebut laporan IAEA itu bermotif politik dan berisi tuduhan tak berdasar.

Iran mengatakan akan mengambil langkah-langkah yang sesuai sebagai tanggapan terhadap setiap upaya untuk mengambil tindakan terhadap Teheran dalam pertemuan Dewan Gubernur IAEA. AS telah lama berusaha membatasi kapasitas nuklir Iran. Pembicaraan antara kedua negara yang dimediasi oleh Oman telah berlangsung sejak bulan April.

Meski kedua pihak telah menyatakan optimisme selama proses negosiasi, namun tetap berbeda pendapat mengenai isu-isu kunci yang paling utama. Seperti apakah Iran masih boleh melakukan pengayaan uranium dalam perjanjian masa depan.

Meskipun negosiasi antara Teheran dan Washington masih berlangsung, laporan IAEA tidak menunjukkan adanya perlambatan dalam upaya pengayaan nuklir Iran. IAEA menemukan bahwa Iran telah memproduksi uranium dengan kemurnian tinggi pada tingkat yang cukup untuk satu senjata nuklir setiap bulan selama tiga bulan terakhir.

Pejabat AS memperkirakan jika Iran memilih untuk membuat senjata, mereka dapat memproduksi bahan tingkat senjata dalam waktu kurang dari dua minggu dan berpotensi membangun bom dalam hitungan bulan.

Sedangkan Iran telah lama membantah bahwa mereka mencoba mengembangkan senjata nuklir. Namun, IAEA menyatakan bahwa mereka tidak dapat mengonfirmasi hal itu masih berlaku. Karena Iran menolak memberikan akses kepada para inspektur senior dan belum menjawab pertanyaan-pertanyaan lama tentang sejarah nuklirnya.

Sementara Trump saat ini tengah mengupayakan perjanjian nuklir baru dengan Teheran setelah sebelumnya menarik AS keluar dari perjanjian nuklir yang lama antara Iran dan enam kekuatan dunia pada tahun 2018.

Perjanjian nuklir tersebut, yang dikenal dengan nama Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), ditandatangani pada tahun 2015 oleh Iran dan AS, China, Prancis, Rusia, Jerman, serta Inggris.

JCPOA bertujuan untuk membatasi dan memantau program nuklir Iran sebagai imbalan atas pencabutan sanksi yang dijatuhkan pada rezim tersebut pada tahun 2010 karena kecurigaan bahwa program nuklirnya digunakan untuk mengembangkan senjata.

Namun, Donald Trump menarik AS dari kesepakatan itu selama masa jabatan pertamanya, dengan alasan bahwa JCPOA adalah perjanjian yang buruk. Karena tidak bersifat permanen dan tidak membahas program rudal balistik Iran serta hal-hal lainnya.

Trump kemudian memberlakukan kembali sanksi-sanksi AS sebagai bagian dari kampanye dan memberikan tekanan maksimum untuk memaksa Iran bernegosiasi mengenai perjanjian baru yang lebih luas. Bahkan Trump sebelumnya telah mengancam akan membom fasilitas nuklir Iran jika jalur diplomatik gagal mencapai kesepakatan.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan