Anak Tahanan Afghanistan: “Keluarga Kami Bisa Dibunuh Jika Dideportasi dari Pakistan”
KLIKWARTAKU — Seorang warga Afghanistan yang pernah bertugas di pasukan khusus Triples bersama militer Inggris, kini menghadapi ancaman deportasi dari Pakistan. Putranya memperingatkan, jika keluarga mereka dipulangkan ke Afghanistan, nyawa mereka bisa terancam.
Pria tersebut ditahan bersama beberapa anggota keluarganya oleh otoritas Pakistan sebagai bagian dari program pengusiran warga asing yang dianggap ilegal. Namun, kasus ini dinilai darurat karena identitasnya termasuk dalam data ribuan warga Afghanistan yang secara tidak sengaja bocor oleh pemerintah Inggris pada 2022.
“Kami bisa dibunuh jika dipulangkan. Ayah saya dulu bekerja bersama pasukan Inggris, itu membuat kami menjadi target,” kata putranya, yang memperkenalkan diri sebagai Rayan.
Barghouti dan keluarganya sebelumnya mengajukan permohonan melalui skema Afghan Relocations and Assistance Policy (ARAP) yang dirancang pemerintah Inggris untuk melindungi warga Afghanistan yang pernah bekerja sama dengan pasukan Inggris.
Permohonan mereka bahkan sudah mendapat rekomendasi dari Kementerian Pertahanan Inggris tahun lalu, namun hingga kini belum ada keputusan final.
Situasi semakin mencekam ketika polisi Pakistan menggerebek tempat tinggal mereka di Islamabad. Beberapa anggota keluarga, termasuk anak-anak, dibawa ke kamp penahanan. “Anak terkecil baru berusia delapan bulan. Kami memohon agar polisi tidak membawa mereka, tapi tidak didengar,” ujar Rayan.
Menurut laporan PBB, sejak Pakistan meluncurkan kebijakan Illegal Foreigners’ Repatriation Plan pada 2023, lebih dari 1,1 juta warga Afghanistan telah kembali ke negaranya. Namun, PBB mengingatkan bahwa deportasi harus dilakukan secara sukarela, aman, dan bermartabat.
Mantan komandan RAF Inggris, Calvin Bailey, menyebut kasus ini “sangat menyedihkan” dan menegaskan bahwa Inggris memiliki kewajiban moral untuk melindungi anggota Triples dan keluarganya. “Mereka adalah orang-orang yang berjasa dan kita berutang perlindungan lebih dari sekadar janji minimum,” katanya.
Meski Taliban mengklaim semua warga Afghanistan dapat hidup tanpa rasa takut, laporan PBB bertajuk No Safe Haven meragukan klaim itu. Banyak keluarga eks pasukan khusus justru menjadi target balas dendam.
Rayan kini hidup dalam ketakutan. Ia khawatir polisi akan kembali untuk menangkap dirinya, istri, dan anaknya yang masih bayi. “Kami hanya menunggu, tanpa kepastian. Setiap hari kami takut akan deportasi mendadak,” ujarnya.***
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage