klikwartaku.com
Beranda Internasional Al-Shabab Maju, AS Membalas Lewat Udara: Saat Kemenangan Terorisme Didorong dari Langit

Al-Shabab Maju, AS Membalas Lewat Udara: Saat Kemenangan Terorisme Didorong dari Langit

Ilustrasi medan perang lain di Afrika Timur menunjukkan dinamika yang tak kalah berbahaya

KLIKWARTAKU – Di saat dunia mengalihkan perhatian ke konflik Timur Tengah dan ketegangan geopolitik besar, sebuah medan perang lain di Afrika Timur menunjukkan dinamika yang tak kalah berbahaya: al-Shabab, kelompok bersenjata yang telah lama mengancam stabilitas Somalia, kini melangkah lebih dekat ke jantung kekuasaan dan Amerika Serikat merespons dengan bom.

Dalam gelombang serangan balasan yang belum pernah terjadi sebelumnya, al-Shabab berhasil merebut puluhan kota dan desa di wilayah Shabelle Tengah. Termasuk mendekati ibu kota, Mogadishu. Mereka bahkan sempat mendirikan pos pemeriksaan di jalan utama menuju kota itu, menandai titik paling dekat mereka ke pusat kekuasaan Somalia dalam satu dekade terakhir.

Bagi para analis, ini bukan hanya kemenangan simbolis. Ini adalah indikasi bahwa kelompok tersebut telah kembali bangkit, dengan kekuatan militer dan pengaruh sosial yang tidak bisa diabaikan.

Ketika Bom Menjadi Jawaban AS

Merespons kemajuan al-Shabab, pemerintahan Donald Trump menggandakan intensitas serangan udara. Dalam lima bulan pertama masa jabatan keduanya, militer AS telah melancarkan lebih dari 40 serangan udara di Somalia, menurut data media America. “Serangan-serangan ini tampaknya sangat terkait dengan kemajuan al-Shabab di medan perang,” kata David Sterman, media dari America.

“Mereka membalikkan banyak keberhasilan yang sebelumnya diraih pasukan pemerintah Somalia, dan sekarang tampaknya menjadi ancaman yang sangat nyata.” Namun, pertanyaannya: apakah bom benar-benar menghentikan gerak maju al-Shabab, atau justru menyuburkannya?

Diplomasi dari Langit: Bumerang yang Berulang

Analis Somalia Abukar Arman menyebut kampanye udara AS sebagai diplomasi pesawat nirawak yang kontraproduktif. “Alih-alih menghentikan al-Shabab, serangan-serangan ini justru memperkuat mereka. Setiap korban sipil, setiap rumah yang hancur, menjadi amunisi moral dan propaganda,” katanya.

Sejak masa jabatan pertama Trump, serangan drone di Somalia telah menuai kritik luas. Kelompok hak asasi manusia mencatat puluhan korban sipil, termasuk anak-anak dan warga desa yang tidak terlibat dalam pertempuran.

Pada tahun 2019, Amnesty International bahkan menuduh AS melakukan kemungkinan kejahatan perang atas penggunaan drone tanpa akuntabilitas. Meski AFRICOM beberapa kali mengakui adanya korban sipil, tidak ada satu pun kompensasi atau tanggung jawab hukum yang diberikan hingga hari ini.

Eva Buzo, direktur eksekutif Victims Advocacy International, menyebut kurangnya transparansi AS sebagai penghinaan terhadap korban. “Jika AS serius soal akuntabilitas, mereka harus berhenti menyembunyikan data dan mulai berdialog dengan komunitas yang mereka lukai,” tegasnya.

Pertempuran di Tengah Warga Sipil

Yang membuat situasi makin rumit adalah taktik al-Shabab sendiri. Mereka hidup, bergerak, dan berperang di tengah komunitas sipil. Akibatnya, membedakan antara militan dan warga biasa menjadi hampir mustahil. Terutama bagi drone yang bergantung pada intelijen manusia di wilayah pedesaan yang rawan konflik klan dan perubahan loyalitas.

“Di sinilah akar kegagalan AS,” kata Sterman. “Mereka mencoba memecahkan persoalan kompleks Somalia dengan solusi sederhana: ledakkan dari langit.”

Lembaga pengawas konflik Airwars memperkirakan antara 33 hingga 167 warga sipil telah tewas akibat serangan udara AS di Somalia dalam beberapa tahun terakhir. Angka yang cukup untuk membentuk narasi baru di benak masyarakat: bahwa AS bukan penyelamat, melainkan agresor.

Narasi al-Shabab: Martir, Penjajah, dan Balas Dendam

Narasi inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh al-Shabab. “Ketika warga sipil menjadi korban, kelompok ini segera hadir sebagai pelindung,” jelas Jethro Norman dari Institut Studi Internasional Denmark. “Mereka menciptakan identitas kolektif: Somalia dikhianati oleh pemerintahnya sendiri dan dijajah dari langit oleh Amerika.”

Hasilnya? Bukan hanya simpati. Al-Shabab mendapat legitimasi baru. Mereka tidak hanya tampil sebagai pejuang, tapi sebagai simbol perlawanan terhadap penghinaan asing.

Perang Tanpa Visi

Kritik utama terhadap strategi AS di Somalia adalah ketiadaan strategi jangka panjang. Tidak ada upaya berarti dalam membangun perdamaian, mendukung rekonsiliasi lokal, atau memperkuat pemerintahan sipil.

“Pemerintah AS terus menekan tombol serang, tetapi tidak pernah menginvestasikan sumber daya untuk memahami masalah di lapangan,” kata Arman. “Ini bukan perang melawan teror. Ini perang melawan kompleksitas yang tidak mereka pahami.”

Ketika Bom Gagal Menjadi Solusi

Serangan udara yang meningkat tajam, janji kampanye yang dilanggar, dan al-Shabab yang semakin percaya diri, semua menandai babak baru dalam kegagalan strategi kontraterorisme AS di Somalia.

Alih-alih memadamkan pemberontakan, drone-drone itu tampaknya malah meniupkan api ke dalam bara konflik yang tak kunjung padam. Di Somalia, kemenangan bukan hanya soal wilayah. Tetapi juga tentang siapa yang berhasil membentuk narasi. Dan saat ini, al-Shabab tampaknya sedang memenangkannya.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan