klikwartaku.com
Beranda Ekonomi AI di Balik Cantiknya Influencer: Tren Baru dalam Industri Beauty

AI di Balik Cantiknya Influencer: Tren Baru dalam Industri Beauty

 

KLIK WARTAKU – Di era digital, wajah cantik para influencer di Instagram atau TikTok sering terlihat sempurna.

Kulit tanpa pori, hidung mancung, dan senyuman menawan kini bukan hanya hasil makeup atau filter sederhana, melainkan buah dari kecerdasan buatan (AI) yang semakin canggih.

Fenomena ini bukan sekadar tren gaya hidup, tetapi juga mengubah peta industri kecantikan global.

AI, Algoritma, dan Kecantikan Instan

Filter AI kini mampu melakukan “makeup instan” hanya dengan satu klik. Teknologi augmented reality (AR) dan machine learning memungkinkan aplikasi seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat memetakan wajah secara detail, lalu memolesnya agar sesuai standar kecantikan tertentu.

Beberapa brand besar seperti L’Oréal, Sephora, dan SK-II bahkan mengembangkan fitur virtual try-on sehingga pengguna bisa mencoba lipstik, eyeshadow, atau foundation langsung lewat kamera ponsel.

Pasar global beauty tech yang mencakup teknologi AI dan AR, diperkirakan mencapai lebih dari 60 miliar dolar AS pada 2024 dan bisa melonjak hingga 170 miliar dolar AS pada 2030.

Segmen AI dalam industri kosmetik juga menunjukkan pertumbuhan pesat, dengan proyeksi belasan miliar dolar AS dalam lima tahun ke depan.

Dampak ke Influencer dan Brand

Bagi influencer, AI adalah senjata utama untuk membangun “persona sempurna” di dunia maya. Foto atau video dengan hasil filter AI terbukti meningkatkan interaksi dan daya tarik, yang berarti lebih banyak kontrak iklan dan sponsor.

Brand pun ikut diuntungkan karena produk mereka tampil di wajah “sempurna”, membuat konsumen tergoda untuk membeli.

Namun, ketergantungan pada filter dan editan AI menimbulkan pertanyaan etis: apakah konsumen membeli produk karena kualitas nyata, atau karena terpesona pada ilusi digital?

Ekspektasi Kecantikan yang Tidak Realistis

AI di dunia kecantikan membawa dampak psikologis. Banyak pengguna merasa kurang cantik ketika melihat wajah asli mereka tanpa filter.

Fenomena ini bahkan disebut sebagai “Snapchat Dysmorphia”, yaitu keinginan melakukan prosedur kosmetik agar mirip dengan versi wajah yang dihasilkan oleh filter AI.

Hal ini memicu peningkatan permintaan pada industri kecantikan dan bedah plastik, tetapi sekaligus menimbulkan risiko kesehatan mental yang patut diperhatikan.

Peluang Besar bagi Startup Beauty Tech

Tren ini membuka pintu bagi startup lokal di bidang beauty tech. Perusahaan rintisan dapat menciptakan aplikasi analisis kulit berbasis AI, konsultasi skincare otomatis, hingga platform e-commerce dengan fitur AR.

Di Indonesia, sejumlah brand lokal sudah mulai mengintegrasikan teknologi personalisasi berbasis AI untuk memberi rekomendasi produk sesuai kebutuhan konsumen.

Masa Depan: Konsultan Kecantikan Manusia Tergeser?

Di satu sisi, AI memberi efisiensi besar: brand menghemat biaya marketing, influencer tampil flawless, dan konsumen lebih mudah memilih produk.

Namun di sisi lain, muncul pertanyaan: apakah di masa depan kita masih memerlukan makeup artist atau beauty consultant manusia, jika AI mampu memberikan semua solusi dengan lebih cepat dan murah?

Kemungkinan besar, AI tidak akan benar-benar menggantikan peran manusia, melainkan mengubah cara kerja industri.

Beauty consultant mungkin akan berfokus pada sentuhan personal dan pengalaman langsung, sementara AI mengurus rekomendasi teknis dan visualisasi.

AI kini sudah menjadi “influencer tak kasat mata” di industri kecantikan. Dari filter TikTok yang viral hingga analisis kulit pintar, teknologi ini membawa industri menuju era baru.

Tantangannya adalah menyeimbangkan inovasi dengan etika, agar kecantikan yang dihasilkan AI tidak hanya indah di layar, tetapi juga sehat bagi pikiran, kepercayaan diri, dan dompet konsumen.

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan