klikwartaku.com
Beranda Metropolitan Krimhum Ahli Waris Serbu Lahan Pembangunan Mal Living Plaza, Serukan Penangkapan Dahlan Iskan

Ahli Waris Serbu Lahan Pembangunan Mal Living Plaza, Serukan Penangkapan Dahlan Iskan

Demo ahli waris bentangkan spanduk betuliskan “Tangkap dan Adili Dahlan Iskan, Jual Lahan Bersengketa”

KLIKWARTAKU – Ahli waris dari keluarga Hj. Saleha binti H. Muhammad Taher mendatangi lahan pembangunan Mal Living Plaza Kubu Raya di Jalan Arteri Supadio, Rabu, 27 Agustus 2025.

Mereka membentangkan spanduk bertuliskan “Tangkap dan Adili Dahlan Iskan, Jual Lahan Bersengketa” serta “Pemberitahuan, Dilarang Masuk, Tanah Ini Milik Ahli Waris.”

Aksi ini menyoroti sengketa lahan seluas 16.106 meter persegi yang sejak awal 1990-an dipersoalkan di pengadilan. Lahan itu diklaim oleh ahli waris sebagai milik keluarga mereka, namun dijual kepada Dahlan Iskan melalui transaksi dengan pihak yang dinilai tidak sah.

Kuasa ahli waris, Rolando, memaparkan bahwa tanah tersebut merupakan harta peninggalan Hj. Saleha, yang didasarkan pada Surat Aked Nomor Kebon 358, dikeluarkan Moelti Raad Igama Kerajaan Pontianak pada 11 Juni 1939.

Sejak Hj. Saleha wafat pada 1978 tanpa meninggalkan anak, kepemilikan tanah diputuskan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 86 K/AG/1989. Dalam putusan itu, harta peninggalan dibagi dua: separuh untuk sang suami H. Ali Bin Lakana, dan separuh lagi untuk Abdullah Bin Daeng Tamanengah, sepupu Hj. Saleha.

Namun, perjalanan hukum berikutnya rumit. Pada 1990 Abdullah wafat dan ahli warisnya Zubaedah, Abdul Latif, Fatimah, dan Abdul Mutalib berhak atas setengah bagian tanah. Tapi tanpa sepengetahuan mereka, H. Ali Lakana mengubah kepemilikan Surat Aked menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama dirinya. SHM itu kemudian dibatalkan BPN Kalbar melalui SK Nomor 01 Tahun 2002.

Masa aksi demo ahli waris di tanah bersengketa

Meski ada pembatalan sertifikat, pada 28 Mei 1993 dilakukan transaksi jual-beli antara H. Ali Lakana dengan Dahlan Iskan. Transaksi itu didasarkan pada Akta Jual Beli Nomor 536/SR/PPAT-Kec. Sei. Raya/1993.

Tak lama kemudian, SHM atas nama Dahlan Iskan pun diterbitkan. Namun, proses ini kemudian menyeret nama Syarif Yuliantoni, kuasa dari H. Ali Lakana, yang terbukti melakukan pemalsuan tanda tangan dan penggelapan dokumen. Pengadilan Negeri Pontianak menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara kepadanya pada 26 Februari 1996.

“Kalau saya jadi Dahlan Iskan, setelah tahu ada pidana dalam proses jual-beli, maka tanah harus dikembalikan. Tapi sampai hari ini, beliau tetap ngotot mengklaim sebagai miliknya,” ujar Rolando dalam aksi tersebut.

Dalam aksinya, selain membawa spanduk mengecam Dahlan Iskan, ahli waris juga menyinggung Presiden Prabowo Subianto. “Pak Prabowo, perhatikan nasib kami para waris yang dizalimi,” demikian isi salah satu spanduk.

Agus Husein, salah satu ahli waris, menyebut kasus ini sudah lebih dari dua dekade tidak menemukan jalan penyelesaian.

“Kami seperti terbentur tembok-tembok besar. Ini jelas permainan mafia tanah. Kalau sudah begini, maka harus dilawan,” ujarnya.

Status Quo: Tanah Masih Bersengketa

Rencana pembangunan Mal Living Plaza di atas lahan tersebut kini berada dalam bayang-bayang konflik hukum. Meski Dahlan Iskan mengklaim telah membeli tanah itu sejak 1993, sederet putusan pengadilan dan dokumen hukum menunjukkan status tanah masih dalam sengketa.

Dalam catatan ahli waris, putusan hukum mulai dari Pengadilan Agama Pontianak 1979, Pengadilan Negeri Pontianak 1980, Mahkamah Agung 1989, hingga PTUN Pontianak 2002 dan 2014 menegaskan tanah ini memiliki riwayat hukum panjang dan belum final.

“Kami hanya menuntut keadilan. Jangan sampai ada investor yang membangun di atas air mata kami,” pungkas Agus.

Kunjungi Medsos Klikwartaku.com

Klik di sini
Bagikan:

Iklan