Mengenal Selat Hormuz: Jalur Sempit yang Menentukan Nasib Energi Dunia
KLIK WARTAKU – Di antara bentang gurun dan perairan panas di Timur Tengah, terbentang satu jalur sempit yang menentukan nasib harga energi dunia. Ia bernama Selat Hormuz.
Dengan lebar hanya sekitar 33 kilometer pada titik tersempitnya, selat ini menjadi urat nadi distribusi minyak mentah global, menyalurkan lebih dari 20 juta barel per hari, atau sekitar 30% dari total ekspor minyak dunia.
Menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab, Selat Hormuz dilintasi oleh armada supertanker dari negara-negara penghasil minyak utama seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, dan Iran.
Semua pengapalan ini menjadi sumber vital energi untuk negara-negara konsumen utama seperti China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa.
Titik Cekik Geopolitik
Tidak hanya sempit secara geografis, Selat Hormuz juga merupakan titik cekik geopolitik paling sensitif di dunia. Ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat, atau kekuatan Barat lain, dalam berbagai dekade terakhir kerap memunculkan ancaman serius terhadap kelancaran distribusi energi melalui selat ini.
Setiap kali muncul provokasi militer, serangan terhadap kapal tanker, atau ancaman penutupan selat oleh Iran, pasar minyak langsung bereaksi. Harga minyak mentah bisa melonjak dalam hitungan jam, menciptakan kegelisahan di lantai bursa dan tekanan inflasi di berbagai negara importir.
Sejarah Panas Selat Hormuz
Selat Hormuz bukan sekadar jalur pelayaran, ia telah menjadi panggung utama dalam sejarah konflik energi dan geopolitik modern:
-
Perang Iran-Irak (1980–1988): Kedua negara saling menyerang kapal tanker yang membawa minyak dari pelabuhan lawan dalam apa yang dikenal sebagai Tanker War. Meski tidak menutup Hormuz secara resmi, perairan ini menjadi sangat berbahaya dan menyebabkan lonjakan biaya asuransi kapal serta harga minyak dunia.
-
Operasi Earnest Will (1987–1988): AS meluncurkan operasi militer besar-besaran untuk melindungi kapal tanker Kuwait dari serangan Iran, termasuk dengan mengibarkan bendera AS di kapal komersial. Ini memperjelas pentingnya Hormuz bagi kepentingan strategis Amerika.
-
Krisis 2011–2012: Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz sebagai respons atas sanksi Barat terhadap program nuklirnya. Ancaman ini diikuti dengan latihan militer besar-besaran di sekitar selat.
-
Serangan terhadap Tanker (2019): Ketegangan memuncak ketika beberapa kapal tanker disabotase atau diserang di dekat Hormuz. Washington menyalahkan Iran, meski Teheran membantah keterlibatan. Harga minyak melonjak dan militer AS mengirim tambahan kapal perang ke kawasan.
-
2020 dan seterusnya: Ketegangan tetap tinggi pasca-pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani oleh AS dan penahanan tanker-tanker oleh Iran. Ancaman atas penutupan Hormuz tetap menjadi alat tawar-menawar utama Iran di panggung internasional.
Mengapa Hormuz Sangat Krusial?
-
Volume Ekspor: Sekitar 21 juta barel minyak mentah dan produk minyak bumi melewati selat ini setiap hari menurut data U.S. Energy Information Administration (EIA).
-
Ketergantungan Asia: Lebih dari 80% ekspor minyak yang melewati Hormuz menuju ke negara-negara Asia.
-
Alternatif Terbatas: Jalur pipa darat di kawasan Teluk hanya mampu menangani sebagian kecil dari volume yang saat ini lewat laut, menjadikan Hormuz sangat sulit untuk digantikan.
Dampak Global Bila Ditutup
Sebuah penutupan total, bahkan hanya sementara, akan berdampak katastrofik bagi pasar global:
-
Harga minyak mentah bisa melonjak hingga dua kali lipat.
-
Pasokan energi dunia terganggu, terutama bagi negara-negara importir besar.
-
Potensi resesi global meningkat, inflasi melonjak, dan pasar saham terguncang.
-
Distribusi gas alam cair (LNG), yang juga melewati selat ini, ikut terdampak.
Siapa yang Mengontrol?
Meskipun berada dekat perairan Iran dan Oman, selat ini termasuk perairan internasional. Namun, Iran secara rutin mengklaim hak untuk mengontrol dan bahkan menutup selat ini sebagai bentuk tekanan terhadap negara-negara Barat jika terjadi konflik, khususnya terkait sanksi ekonomi atau aktivitas militer.
Selat Hormuz adalah contoh paling ekstrem dari ketergantungan global pada titik sempit dan rapuh dalam rantai distribusi energi.
Selama dunia masih bergantung pada minyak fosil, dan selama ketegangan geopolitik di kawasan Teluk tak kunjung reda, maka Hormuz akan tetap menjadi barometer ketegangan energi dunia, sebuah selat kecil dengan konsekuensi global yang sangat besar.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage