Harga Sawit Melejit, CPO Jadi Pelarian Saat Harga Minyak Dunia Tembus 80 Dolar di Tengah Konflik Iran versus Israel
KLIK WARTAKU – Ketegangan geopolitik antara Iran dan Israel mulai berdampak ke pasar komoditas global.
Harga minyak dunia merangkak naik mendekati US$80 per barel, mendorong investor dan negara-negara pengimpor energi mencari alternatif.
Minyak sawit mentah (CPO) menjadi salah satu aset yang paling merespons cepat situasi ini, dengan harga melonjak ke level tertinggi dalam dua pekan terakhir.
Harga CPO di Bursa Malaysia untuk kontrak pengiriman Agustus naik sekitar 2,3% ke level MYR 3.927 per ton.
Hal ini merupakan salah satu lonjakan mingguan tertinggi bulan ini, mencerminkan lonjakan permintaan terutama dari sektor energi dan pangan.
Negara-negara seperti India, China, dan beberapa negara Uni Eropa mulai meningkatkan pemesanan CPO, seiring kenaikan harga minyak mentah dan ketidakpastian pasokan dari Timur Tengah.
Perang terbuka antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran terhadap stabilitas pengiriman energi dunia, terutama melalui Selat Hormuz, yang menjadi jalur sekitar 20% suplai minyak global.
Jika ketegangan meningkat dan distribusi terganggu, harga minyak bisa dengan cepat menembus US$100 per barel, memaksa lebih banyak negara beralih ke biofuel seperti biodiesel berbasis sawit.
Sinyal pemulihan juga datang dari pasar domestik dan regional, di mana kebijakan energi baru menargetkan peningkatan bauran biofuel dalam konsumsi nasional.
Ini memberi tekanan positif pada harga CPO, yang sempat stagnan dalam beberapa bulan terakhir akibat kelebihan pasokan.
Secara nilai tukar, harga CPO saat ini setara dengan US$960–1.020 per ton, mendekati level paritas dengan minyak mentah Brent yang berada di kisaran US$78–79 per barel. Ini menandai pergeseran menarik dalam daya saing minyak nabati terhadap minyak fosil.
Di tengah dinamika global ini, komoditas sawit kembali menunjukkan karakteristiknya sebagai “aset lindung nilai” yang fleksibel yang berfungsi ganda sebagai pangan, bahan baku industri, dan energi alternatif.
Lonjakan harga kali ini bisa menjadi peluang emas bagi produsen utama seperti Indonesia dan Malaysia untuk memperkuat posisi di rantai pasok global, sekaligus meningkatkan pendapatan negara dari ekspor berbasis energi terbarukan.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage