Kepala PCO: Publik Diminta Tak Berspekulasi soal Penulisan Sejarah Indonesia Terbaru
KLIKWARTAKU – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengimbau publik untuk tidak terburu-buru berspekulasi terkait proses Penulisan Sejarah Indonesia Terbaru yang tengah dikerjakan tim sejarawan di bawah koordinasi Kementerian Kebudayaan.
Dalam pernyataan resminya pada Rabu 18 Juni 2025, Hasan menekankan pentingnya memberi ruang bagi para ahli untuk menyusun narasi sejarah yang berbasis fakta dan metodologi ilmiah.
“Mari kita beri waktu kepada para sejarawan yang kredibel untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Semuanya masih dalam proses,” ujarnya.
Hasan menyayangkan maraknya spekulasi di ruang publik yang dinilainya berpotensi mengganggu objektivitas penelitian sejarah.
“Kita harus membiarkan para sejarawan—yang jelas memiliki kredibilitas akademik—menyelesaikan tugasnya. Hasilnya nanti bisa kita kaji bersama secara terbuka. Tidak ada yang akan mengorbankan integritas ilmiah demi kepentingan sesaat,” tegasnya.
Hasan juga meluruskan bahwa proyek ini bukanlah upaya “menulis ulang” sejarah, melainkan melanjutkan pembabakan sejarah nasional yang terhenti sejak 1998.
“Sejarah Indonesia terakhir ditulis secara komprehensif pada 1997–1998. Setelah itu, banyak peristiwa penting terjadi yang perlu dicatat dengan pendekatan akademik yang matang,” jelasnya.
Ia pun meminta masyarakat menunggu draft resmi sebelum memberikan penilaian, demi menghindari kesimpulan prematur yang bisa merusak persepsi publik.
“Diskusi boleh, tapi jangan sampai spekulasi mengalahkan fakta. Tunggu hasil kerja para sejarawan, lalu kita evaluasi bersama,” pungkas Hasan.
Pernyataan Hasan muncul di tengah polemik terkait penggunaan istilah “perkosaan massal” dalam narasi Tragedi Mei 1998. Kontroversi mencuat setelah Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa istilah tersebut perlu ditinjau ulang secara akademis dan hukum.
Fadli merujuk pada temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) 1998 yang tidak menemukan bukti adanya pola kekerasan seksual yang sistematis sesuai standar internasional.
“Ini bukan soal menyangkal penderitaan korban, tetapi soal memastikan bahwa setiap klaim sejarah berdasar pada fakta yang terverifikasi. Sejarah harus ditulis dengan jernih, adil, dan bertanggung jawab,” ujar Fadli dalam klarifikasinya, Selasa 17 Juni 2025.
Meski menuai kritik, Fadli menegaskan komitmennya untuk tetap menghormati para korban tanpa mengabaikan prinsip keilmuan.
Menko PMK Pratikno turut menanggapi polemik tersebut. Ia menilai persoalan yang muncul lebih pada ketepatan istilah ketimbang pengingkaran fakta.
“Ini soal terminologi yang tepat agar tidak terjadi distorsi sejarah. Kita harus membedakan antara verifikasi akademik dan pengabaian terhadap tragedi,” jelas Pratikno.
Proyek penulisan sejarah ini diharapkan menjadi momentum memperkuat literasi sejarah Indonesia yang berbasis bukti, bukan sekadar narasi emosional.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage