Wall Street Ambruk, Ketegangan Geopolitik Israel-Iran Guncang Pasar Global
KLIK WARTAKU – Bursa saham Amerika Serikat terperosok tajam pada Jumat, 13 Juni 2025, setelah konflik bersenjata antara Israel dan Iran meledak ke tingkat yang lebih serius.
Ketegangan geopolitik ini memicu kepanikan investor global, mendorong aksi jual besar-besaran di lantai bursa dan lonjakan tajam pada harga komoditas energi serta aset lindung nilai.
Indeks utama di Wall Street mencatat pelemahan signifikan. Dow Jones Industrial Average anjlok 769,8 poin atau setara 1,79 persen ke posisi 42.197,8. Sementara itu, indeks S&P 500 turun 1,13 persen ke 5.976,97, dan Nasdaq Composite melemah 1,30 persen ke 19.406,83. Indeks volatilitas pasar, VIX, melonjak hampir 17 persen, menandai lonjakan kecemasan para pelaku pasar terhadap ketidakpastian yang meningkat tajam.
Pemicunya adalah serangan balasan Iran terhadap Israel berupa peluncuran puluhan rudal dan drone ke berbagai target strategis.
Serangan itu merupakan respons langsung atas serangan udara Israel sebelumnya yang dilaporkan menewaskan beberapa pejabat tinggi Iran.
Situasi ini segera memicu ketegangan regional yang berpotensi meluas, khususnya karena kawasan Teluk tetap menjadi jalur vital distribusi minyak dunia.
Harga minyak langsung melesat. Minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent mencatat lonjakan sekitar 7–9 persen. WTI diperdagangkan di kisaran US$73–77 per barel, sementara Brent berada di kisaran US$74–75 per barel. Lonjakan harga tersebut mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap gangguan pasokan energi global, terutama jika Selat Hormuz, jalur penting ekspor minyak Iran dan negara-negara Teluk menjadi terganggu.
Situasi ini mendorong investor untuk menarik dana dari aset berisiko dan memindahkannya ke instrumen safe haven. Emas mencatat kenaikan sekitar 1,5 persen, sementara imbal hasil obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun mendekati 4,3 persen karena meningkatnya permintaan.
Dolar AS juga menguat terhadap mata uang utama dunia, mencerminkan pengalihan portofolio ke aset yang dianggap lebih aman.
Sektor-sektor yang sensitif terhadap situasi geopolitik mencatatkan kinerja negatif. Saham maskapai seperti Delta Airlines dan United Airlines tertekan hingga 3–5 persen akibat kekhawatiran lonjakan harga bahan bakar serta potensi gangguan rute penerbangan.
Sebaliknya, saham perusahaan energi dan pertahanan seperti ExxonMobil dan Lockheed Martin mencatatkan kenaikan seiring dengan ekspektasi peningkatan permintaan dan kontrak baru dari pemerintah.
Tekanan terhadap Wall Street juga diperparah oleh kekhawatiran bahwa lonjakan harga energi akan menambah beban inflasi global, yang sebelumnya mulai menunjukkan tanda-tanda mereda.
Kenaikan harga minyak berpotensi mempersulit kebijakan moneter bank sentral, terutama jika tekanan biaya mendorong harga barang kebutuhan pokok lebih tinggi.
Hal ini menempatkan The Fed dalam posisi dilematis antara menjaga stabilitas harga dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.
Meski demikian, sejumlah analis meyakini bahwa koreksi tajam ini bersifat sementara, selama eskalasi tidak berubah menjadi konflik terbuka yang melibatkan kekuatan regional atau global lainnya.
Sejarah menunjukkan bahwa pasar saham cenderung rebound dalam waktu beberapa pekan setelah guncangan geopolitik, asalkan tidak memicu krisis keuangan atau resesi global.
Insiden ini kembali menegaskan betapa rapuhnya sentimen pasar terhadap faktor eksternal, khususnya yang bersifat geopolitik.
Aksi jual besar-besaran di Wall Street menjadi refleksi kekhawatiran mendalam investor terhadap potensi guncangan ekonomi yang dapat dipicu oleh konflik bersenjata, terutama di kawasan dengan peran strategis dalam rantai pasok energi global.
KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat
Homepage