klikwartaku.com
Beranda Internasional Mimpi Ekonomi India $5 Triliun Bertumpu pada Kerja Paksa?

Mimpi Ekonomi India $5 Triliun Bertumpu pada Kerja Paksa?

Ilustrasi pekerja paksa era modern

KLIKWARTAKU – Di balik gemuruh tungku baja dan kilauan logam cair, Ravi Kumar Gupta berdiri tegak. Pria 38 tahun ini bekerja di pabrik baja di Maharashtra, India, tujuh hari seminggu, 30 hari sebulan, tanpa kontrak resmi, tanpa sepatu pelindung, dan dengan upah yang bahkan tak cukup untuk menyekolahkan anak-anaknya tanpa utang.

“Kalau saya berhenti, siapa yang akan memberi makan keluarga saya?” ujarnya dengan raut wajah tampak lelah setelah 12 jam kerja di suhu 50°C. Ia adalah satu dari ratusan juta pekerja sektor informal yang menopang ambisi besar India menjadi kekuatan ekonomi $5 triliun. Namun di balik slogan pertumbuhan dan kemudahan berbisnis, tersimpan sisi gelap industri India yakni kerja paksa yang terstruktur, masif, dan kerap tak terlihat.

India memiliki sekitar 470 juta tenaga kerja. Dari jumlah itu, 390 juta berada di sektor informal, lebih banyak dari seluruh populasi Amerika Serikat. Mereka bekerja tanpa kontrak, upah transparan, atau perlindungan hukum. Dan banyak yang terjebak dalam sistem kerja paksa yang tak kasat mata.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) mencatat tanda-tanda kerja paksa: upah yang ditahan, kerja lembur tanpa bayaran, intimidasi, hingga pembatasan kebebasan. Semua itu ditemukan di tempat Ravi bekerja dan di banyak pabrik lainnya di seluruh negeri.

“Kami tahu ini berbahaya. Tapi kami tidak punya pilihan,” kata Ravi, yang mengirimkan sebagian besar gajinya untuk keluarganya di kampung halaman, tempat pertanian hancur akibat perubahan iklim.

Ribuan kilometer dari Ravi, di pesisir timur India, Sumitha Salomi, 47 tahun, mengupas udang vannamei yang diekspor ke Amerika Serikat. Ia dibayar sekitar $4,50 per hari, tergantung seberapa banyak udang yang dikupas. Tanpa kontrak kerja, tanpa jaminan kesehatan, tanpa hak cuti bahkan saat menstruasi.

“Kalau saya mulai bertanya dan dipecat, bagaimana nasib anak saya?” ujarnya pelan. Sebagai ibu tunggal, ia menanggung utang, biaya sekolah anak, dan perawatan ibunya yang menderita kanker.

Rekan-rekannya? Ratusan perempuan migran yang tinggal di asrama dekat pabrik, hanya boleh keluar seminggu sekali selama tiga jam, di bawah pengawasan kamera CCTV. “Rasanya seperti penjara terbuka,” kata Minnu Samay, 23 tahun, pekerja dari Odisha yang baru merasakan kerasnya dunia kerja.

Ironisnya, industri-industri tempat mereka bekerja menyumbang miliaran dolar bagi perekonomian India. Sektor udang menyumbang $2,7 miliar ekspor ke AS. Industri tekstil? Lebih dari 45 juta pekerja, sebagian besar perempuan, menopang ekspor senilai $7,1 miliar dari Tamil Nadu dan $5,7 miliar dari Gujarat.

Namun laporan demi laporan menyebutkan bahwa kerja paksa tersebar luas di sektor-sektor ini: jam kerja panjang, pemotongan upah, pelecehan seksual, hingga kekerasan fisik. “Kerja paksa di industri tekstil bukan insiden terpisah, ini sistemik,” ujar Thivya Rakini dari Serikat Pekerja Tekstil Tamil Nadu.

India telah menggabungkan 29 undang-undang ketenagakerjaan menjadi empat kode baru. Pemerintah menyebut ini langkah modernisasi. Namun serikat pekerja memperingatkan peraturan baru justru memperlemah hak pekerja. Misalnya, syarat membentuk serikat kini lebih berat minimal 100 orang atau 10 persen pekerja.

“Ini mempersempit ruang bagi buruh untuk bersuara,” kata Santosh Poonia dari India Labour Line. Tanpa hak tawar kolektif, pekerja semakin mudah dieksploitasi. Sementara itu, implementasi kode-kode ini masih tertunda. “Masalahnya bukan pada undang-undang saja, tapi pada kegagalan penegakan hukum,” ujar Sanjay Ghose, pengacara ketenagakerjaan senior di Mahkamah Agung India.

India telah menghapus kerja terikat sejak 1975. Tapi kenyataannya masih suram. Menurut Walk Free Foundation, India adalah negara dengan jumlah tertinggi orang yang hidup dalam perbudakan modern, lebih dari 11 juta jiwa. Target pemerintah untuk membebaskan 18 juta pekerja terikat sebelum 2030 pun tampak jauh dari tercapai. Antara 2016–2021, hanya sekitar 12.000 yang berhasil diselamatkan.

Pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi menggadang-gadang India sebagai kekuatan ekonomi masa depan. Namun mimpi $5 triliun itu berdiri di atas punggung para pekerja seperti Ravi, Sumitha, dan Minnu yang bekerja tanpa jaminan, tanpa perlindungan, dan tanpa pilihan. “Ketika Anda putus asa,” kata Ravi, “Anda akan menerima apapun, meski itu berarti hidup dalam kondisi yang nyaris tak manusiawi,” ungkapnya lirih.***

KlikWartaku.Com Gak Cuma Cepat Tapi Tepat

Homepage
Bagikan:

Iklan