Industri Manufaktur Indonesia Bertahan, tapi Bayangan Kontraksi Masih Mengintai
KLIK WARTAKU – Industri manufaktur Indonesia kembali menunjukkan daya tahannya meski ekonomi global dan domestik penuh ketidakpastian.
Indeks Kepercayaan Industri (IKI) September 2025 tercatat 53,02, tetap berada di zona ekspansi. Namun, di balik angka optimistis ini, bayangan kontraksi masih membayangi sektor produksi.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan IKI September turun tipis 0,53 poin dibanding Agustus (53,55), meski lebih tinggi 0,54 poin dibanding periode sama tahun lalu (52,48).
Jubir Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arif, mengungkapkan perbaikan signifikan terjadi pada variabel produksi, di mana 12 subsektor industri berhasil ekspansi dari sebelumnya hanya 4 subsektor pada Agustus.
“Ini artinya aktivitas produksi mulai meningkat karena didukung permintaan yang lebih tinggi serta ketersediaan bahan baku dan teknologi,” ujar Febri di Jakarta, Selasa (30/9).
Delapan subsektor bahkan berhasil bangkit dari kontraksi, antara lain industri tembakau, alas kaki, kayu, kimia, farmasi, otomotif, alat angkutan, dan furnitur. Seasonal demand dan menipisnya stok mendorong lonjakan produksi.
Meski demikian, peringatan keras datang dari variabel produksi yang masih dalam fase kontraksi dengan skor 49,85, meski membaik 5,01 poin. “Kontraksi produksi sudah berlangsung empat bulan berturut-turut. Perbaikan September baru sinyal awal pemulihan, belum bisa jadi jaminan tren positif berlanjut,” tegas Febri.
Kontraksi juga melanda industri komputer, barang elektronik, dan optik yang terpukul impor murah dari China, serta jasa reparasi dan pemasangan mesin yang terjebak volatilitas pesanan. Kondisi ini memperlihatkan rentannya industri tertentu terhadap arus globalisasi dan struktur pasar domestik.
Dari sisi pasar, IKI ekspor masih kokoh di 53,99, menandakan permintaan luar negeri relatif terjaga. Namun IKI domestik lebih rapuh, hanya 51,92, terkoreksi 0,72 poin dari bulan sebelumnya.
Optimisme pelaku usaha enam bulan mendatang memang naik ke 69,6%, tetapi kontraksi di sektor produksi menjadi alarm serius bagi keberlanjutan industri. “Stabilitas politik, nilai tukar, serta konsistensi kebijakan pro-industri akan sangat menentukan daya saing ke depan,” kata Febri.
Dengan 77,6% responden menyatakan usaha stabil atau membaik, manufaktur Indonesia masih bisa bernafas lega. **
Kunjungi Medsos Klikwartaku.com
Klik di sini